Adat Istiadat Suku Batak ( Artikel Lengkap )
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah:Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Konsep Religi Suku Bangsa Batak – Debata Mulajadi Na Bolon
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat
beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam
disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang
Batak Mandailing dan Batak Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun
oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863.
Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian
besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam
ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata
Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).
Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki
kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam
Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji
(Karo).
- Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
- Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
- Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
- Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya
mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat kaum
kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas
dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni
perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, dianggap
ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan
perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan
secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek
moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa
Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah
keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang
mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat
seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan
kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Baca Juga:
Asal Usul Suku Bima dan Kebudayaannya Lengkap
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
- Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
- Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
- Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan patrilineal.
Konsep Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak
Pada masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bidang.
- Bidang adat. Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba), Sangkep Sitelu (Karo). Dalam pelaksanaannya, sidang musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang yang mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-hula, dan boru dalam Dalihan Na Tolu).
- Bidang agama. Agama Islam dipegang oleh kyai atau ustadz, sedangkan pada agama Kristen Katolik dan Protestan dipegang oleh pendeta dan pastor.
- Bidang pemerintahan. Kepemimpinan di bidang pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.
Konsep Agrikultural Suku Batak – Marsitalolo dan Solu. Orang Batak
bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Pada umumnya, panen padi
berlangsung setahun sekali. Namun, di beberapa tempat ada yang melakukan
panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun (marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting
bagi orang Batak. Di daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan
menangkap ikan dilakukan secara intensif dengan perahu (solu). Konsep
Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa Batak
Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar sebuah
bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku
bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak termasuk ke dalam
rumpun bahasa Melayu – Polinesia. Hampir setiap jenis suku Batak
memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa Batak
memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak
oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun,
logat Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2. Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong kuno, terutama
dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron oleh orang
Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam gotong
royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat)
bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3. Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah bentuk kearifan lokal
suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa menggunakan peralatan
sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut tenggala dalam
bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal,
ani-ani, dan sebagainya.
Teknologi tradisional juga diaplikasikan dalam bidang persenjataan.
Masyarakat Batak memiliki berbagai senjata tradisional seperti hujur
(semacam tombak), piso surit (semacam belati), piso gajah dompak (keris
panjang), dan podang (pedang panjang).
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup
maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat
dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, kata ‘marga’ merupakan istilah
antropologi yang bermakna ‘kelompok kekerabatan yang eksogam dan
unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal’ atau ‘bagian
daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan).
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama
belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat
mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing (Tampubolon), Baruara
(Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga), Butarbutar,
Gultom, Harahap, Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung, Gutapea, Lubis,
Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung, Nababan, Napitulu,
Panggabean, Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi,
Simanjuntak, Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro
Sitepu, Peranginangin Bangun, Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga
Sidahapintu, Purba Girsang, Rangkuti.
Masyarakat Batak yang menganut sistim kekeluargaan yang Patrilineal
yaitu garis keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga
yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga ayahnya. Melihat
dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau
laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum
wanita. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi
pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria
terutama dalam hal pendidikan.
Dalam pembagian warisan orang tua. Yang mendapatkan warisan adalah
anak laki – laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang
tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan
dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki – laki juga
tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan
yaitu anak laki – laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya
disebut Siapudan. Dan dia mendapatkan warisan yang khusus. Dalam sistem
kekerabatan Batak Parmalim, pembagian harta warisan tertuju pada pihak
perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan system kekerabatan
keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan
berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya
dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak – anak nya dalam
pembagian harta warisan.
Dalam masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan
budaya dari luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran
harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung
pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta
kepentingan keluarga. Apalagi ada sebagian orang yang lebih memilih
untuk menggunakan hukum perdata dalam hal pembagian warisannya.
Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak
kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus
melewati proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah
sah secara adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi
memang ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak
tiri dan anak angkat yaitu Pusaka turun – temurun keluarga. Karena yang
berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli
dari orang yang mewariskan.
Baca Juga:
Budaya Batak Toba di Sumatera Utara ( Artikel Lengkap )
Dalam Ruhut-ruhut ni adat Batak (Peraturan Adat batak) jelas di sana
diberikan pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian
harta warisan bahwa anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma
pauseang), Nasi Siang (Indahan Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua),
tanah sekadar (Hauma Punsu Tali). Dalam adat Batak yang masih terkesan
Kuno, peraturan adat – istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas,
itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan
apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah anak Bungsu
atau disebut Siapudan. Yaitu berupa Tanak Pusaka, Rumah Induk atau
Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh
semua anak laki – laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi
meninggalkan kampong halaman nya, karena anak Siapudan tersebut sudah
dianggap sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau
Kepala Kampung, maka itu Turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan).
Dan akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi
banyak dilakukan oleh masyarakat batak. Khususnya yang sudah merantau
dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang
dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender
dan persamaan hak antara laki – laki dan perempuan maka pembagian
warisan dalam masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti
kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi hanya tinggal
orang-orang yang masih tinggal di kampung atau daerah lah yang masih
menggunakan waris adat seperti di atas. Beberapa hal positif yang dapat
disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak Toba yaitu laki-laki
bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam
suku batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang
menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimana pun orang batak berada
adat istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua
dalam suku batak anak sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama
dalam hal Pendidikan. Karena Ilmu pengetahuan adalah harta warisan yang
tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan. Dengan ilmu pengetahuan dan
pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang melimpah dan mendapat
kedudukan yang lebih baik dikehidupannya nanti.
Kesimpulannya:
Dari isi makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa adat, hukm adat
dan adat istiadat adalah tiga hal yang berbeda tapi saling berkaitan
satu sama lain. Dimana Adat memiliki perngertian aturan-aturan perilaku
serta kebiasaan yang telah berlaku di dalam pergaulan masyarakat.
Sedangkan Hukum Adat adalah sekumolan peraturan yang tidak tertulis, dan
tidak terkodifikasi namun hidup dan berkembang di tengah masyarakat
serta memiliki sanksi bagi yang melanggarnya. Terakhir, Adat istiadat
adalah etika atau tata krama bersikap dan bergaul yang sifatnya
diturunkan dari para lelhur dan memiliki nila-nilai tersendiri.
Baik adat, hukum adat maupun istiadat merupakan tiga hal yang
dimiliki oleh setiap daerah dan biasanya terdapat perbedaan-perbedaaan
diantara daerah-daerah tersebut. Namun dalam perbedan-perbedaan tersebut
terdapat (tersirat) suatu nilai moral yang sama, yang bertjuan untuk
tetap menghormati kebudayaan yang hidup di dalam masyarakat.
Search Populer:
- adat batak toba pernikahan
- upacara adat batak toba
- kebiasaan suku batak
- budaya suku batak toba
- contoh adat istiadat suku batak
- upacara kematian adat batak
- adat istiadat batak toba proses
- adat batak toba memasuki rumah baru
0 Response to "Adat Istiadat Suku Batak ( Artikel Lengkap )"