Istana Malige Rumah Adat Sulawesi Tenggara
1. Rumah Adat Laika
Rumah adat suku Tolaki disebut dengan Laika (Konawe) yang memiliki
pengertian yaitu rumah. Rumah adat ini berukuran besar berbentuk
segiempat dengan material kayu sebagai bahan dasarnya. Bangunan ini
terdiri dari atap dan lantai yang ditopang oleh banyak tiang-tiang
berukuran besar dengan tinggi sekitar 20 kaki dari dasar tanah.
Rumah adat dari suku Tolika dan suku Wolio sebenarnya memiliki persamaan
dalam membangun tempat tinggal ataupun tempat untuk berkumpul, yaitu
dengan menggunakan system nilai budaya yang disebut dengan pembagian
secara kosmologi alam dan pembagian diibaratkan sebagai tubuh manusia.
Bila kita perhatikan, bagian depan rumah adat Laika diibaratkan sebagai
tangan kanan dan kiri dan tengahnya sebagai dagu. Sedangkan bagian
tengah rumah diibaratkan sebagai dua lutut dan tengahnya sebagai tali
pusar. Pada bagian belakang rumah diibaratkan sebagai dua kaki kiri dan
kanan dengan bagian tengah sebagai alat vitalnya.
Apabila rumah adat Laika dianalisis secara vertikal dan horizontal
terdapat beberapa pengertian dari setiap bagian rumah. Hasil analisa
secara vertical, rumah adat Laika dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
bagian bawah/kolong, bagian tengah dan bagian atas. Bagian bawah/kolong
merupakan aplikasi dari dunia bawah (puriwuta) dimana pada bagian bawah
atau kolong ini sengaja dibuat untuk berbagai keperluan, seperti tempat
menyimpan binatang ternak, tempat menyimpan alat-alat pertanian, selain
tempat penyimpanan, dengan adanya kolong, lantai rumah dapat menjadi
lebih dingin dengan adanya aliran udara, dapat menghindari terbenamnya
rumah akibat banjir, tempat bersantai dan juga menghindari masuknya
binatang liar ke dalam rumah. Bagian tengah pada rumah adat mewakili
dunia tengah sebagai falsafah perwujudan alam semesta. Sedangkan bagian
atas rumah berguna sebagai tempat utama untuk beraktifitas.
Hasil analisa secara horizontal, tampak depan rumah atau fasad bagian
bawah, atau rangka dan lantai diibaratkan sebagai dada dan perut
manusia. Bagian loteng atau bagian atas diibaratkan sebagai punggung
manusia dan tiang penyangganya diibaratkan sebagai tulang punggung
manusia. Sedangkan pada bagian atap adalah rambut atau bulu yang
diibaratkan sebagai muka dan panggul manusia.
Rumah adat Laika terdiri dari beberapa macam, sesuai dengan kebutuhannya, yaitu :
a. Laika Mbu’u (rumah induk atau rumah pokok)
Laika mbu’u (di konawe), laika raha (di mekongga/kolaka), memiliki arti
rumah pokok. Julukan rumah pokok diberikan karena Laika Mbu’u memiliki
bentuk lebih besar daripada rumah biasa. Rumah ini biasanya dibangun
dipinggir kebun atau ladang menjelang dimulainya masa panen dan rumah
ini biasanya ditinggali oleh beberapa keluarga.
b. Laika Landa (rumah di kebun)
Laika landa, yaitu rumah ini dibangun ditengah atau dipinggir kebun.
Rumah ini ditinggali oleh satu keluarga selama proses panen dan
pengolahan hasil kebun sampai dengan selesai. Setelah selesai masa panen
dan padi disimpan di dalam lumbung padi, maka rumah ini tidak
ditinggali lagi.
c. Laika Patande
Laika patande adalah rumah yang dibangun ditengah-tengah kebun sebagai
tempat peristirahatan. Ukuran rumah ini lebih mungil dibandingkan laika
landa.
d. Laika Kataba
Laika kataba merupakan jenis rumah papan. Material bangunannya terdiri
dari balok dan papan. Rumah ini dibangun menggunakan sandi atau kode
tertentu.
e. Laika Sorongga atau Laika Nggoburu (Rumah penguburan)
Laika sorongga atau laika nggoburu merupakan rumah makam bagi raja
(mokole/sangia) pada masa lalu di kerajaan Konawe atau rumah makam bagi
keluarga raja. Rumah tersebut ditinggali dan dijaga oleh para budak dan
keluarganya.
f. Laika Mborasaa (Rumah pengayauan)
Laika Mborasaa merupakan rumah yang dibangun pada tempat tertentu
sebagai tempat berjaga dan tempat beristirahat bagi orang-orang yang
telah melaksanakan tugas mengayau (penggal kepala) ke beberapa tempat di
daerah sulawesi tenggara.
g. Komali (Rumah tempat tinggal Raja/Istana)
Komali merupakan laika owose (rumah besar) khusus sebagai tempat tinggal
Raja. Bentuknya berupa rumah panggung yang menggunakan tiang-tiang
bundar dan tidak menggunakan pondasi. Pada bangunan rumah Komali,
tiang-tiang ditanam sedalam satu hasta. Tiang yang akan ditanam ke dalam
tanah sebelumnya dibakar pada bagian selubung (permukaan tiang) hingga
menjadi arang sehingga tidak mudah dimakan rayap, selanjutnya tiang yang
dibakar tadi dibungkus dengan ijuk dan diikat persegmen dengan
menggunakan rotan agar arang tersebut tetap melekat pada selubung tiang.
Rumah Komali ini sangat tinggi dan kuat. Tinggi tiang dari permukaan
tanah hingga ke permukaan lantai kurang lebih 2 meter atau cukup tinggi
untuk dimasuki kerbau. Jumlah tiang untuk Komali sebanyak 40 tiang di
luar dari tiang dapur dan tiang teras. Jumlah 40 tiang ini berhubungan
dengan jumlah yang disyaratkan dalam meminang, yaitu 40 pinang dan 40
lembar daun sirih. Jika dianalisis dari segi fungsi maka jumlah 40 tiang
merupakan jumlah tiang yang mewakili satu rumah besar, yang hanya
dibangun oleh tokoh tertinggi adat (Mokole). Material bangunan ini
terdiri dari kayu, bambu dan atap yang terbuat dari rumbia. Pada bagian
tertentu rumah ini ditemukan ukiran (pinati-pati).
h. Laika wuta
Laika wuta merupakan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
berukuran lebih kecil dari laika landa dan memiliki bentuk atap seperti
rumah jengki.
i. Raha Bokeo rumah Raja di daerah Mekongga Kolaka
Raha Bokeo (di kolaka) merupakan tempat tinggal raja-raja (Bokeo)
Mekongga di Kolaka. Raha Bokeo memiliki dua ukuran berdasarkan dari
jumlah tiang yang dimiliki yaitu, besar dan kecil. Raha Bokeo ukuran
besar dan memiliki total tiang sebanyak 70 buah. 25 tiang berada rumah
induk, 20 tiang (otusa) berada di ruang tambahan (tinumba) atau
ancangan, 10 tiang berada di teras depan (galamba) dan 15 tiang berada
di dapur (ambolu). Sedangkan Raha Bokeo untuk ukuran sedang memiliki
total tiang sebanyak 27 buah. 9 tiang yang berada pada rumah induk, 6
tiang berada pada ruang tambahan (tinumba), 3 tiang berada pada teras
depan (galamba) dan 9 tiang berada di dapur.
j. O’ala (tempat penyimpanan padi)
O’ala merupakan rumah penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan
benda-benda keperluan hidup, di antaranya sebagai tempat penyimpanan
padi atau disebut o’ala (ala mbae) yang berarti lumbung padi.
k. Laika Walanda (rumah panjang gaya arsitek Belanda)
Laika Walanda merupakan rumah panjang yang disebut juga rumah
pesanggrahan yaitu rumah yang digunakan oleh orang-orang Belanda untuk
bersantai seperti berdansa ataupun berpesta. Pada ruang tengah sepanjang
rumah ini terdapat ruang kosong, sedangkan dibagian kiri dan kanan
rumah terdapat ruang istirahat yang lantainya setinggi pinggang dan
berpetak-petak. Rumah ini memiliki bentuk seperti asrama memanjang.
l. Laika Mbondapo’a
Laika Mbondapo’a merupakan jenis rumah panggung yang digunakan sebagai
tempat memanggang kopra. Bentuk bangunannya seperti rumah jengki yang
tidak memiliki dinding (orini). Lantainya sedikit lebih tinggi dari
dasar tanah. Pada saat proses pemanggangan, rumah panggung ini ditutupi
oleh daun kelapa sambil dipanaskan dengan membuat api di bagian
bawahnya.
2. Rumah adat Banua Tada
Banua tada merupakan rumah adat suku Wolio atau orang Buton di Kabupaten
Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kata banua dalam bahasa
setempat berarti rumah, sedangkan kata tada berarti siku. Jadi, banua
tada dapat diartikan sebagai rumah siku. Keunikan rumah adat yang
memiliki bentuk rumah panggung ini yaitu rumah ini dapat berdiri kokoh tanpa penggunaan paku dan juga tahan gempa. Berdasarkan
status sosial penghuninya, struktur bangunan rumah ini dibedakan
menjadi tiga yaitu kamali/malige, banua tada tare pata pale, dan banua
tada tare talu pale. Perbedaan ketiga rumah ini dapat dilihat dari jumlah tiang samping yang dimiliki setiap rumah.
a. Kamali atau Malige (Istana Kesultanan Buton)
Kamali atau Malige atau lebih sering disebut Istana Kesultanan Buton
merupakan rumah adat yang menjadi ciri khas provinsi Sulawesi Tenggara.
Terdapat dua versi cerita mengenai sebutan nama kamali/malige pada rumah
adat suku Wolio ini. Menurut sejarah di Kerajaan/Kesultanan Buton,
setiap raja/sultan yang menjabat akan membangun istananya sendiri.
Julukan Kamali diberikan jika rumah tersebut ditinggali raja/sultan
bersama permaisuri (istri pertama). Sedangkan julukan Malige sebenarnya
julukan salah seorang Sultan Buton yang saat itu berkuasa. Karena
dirumahnya saat itu tidak ditinggali permaisuri (permaisuri tinggal di
istana lain), maka nama istananya mengikuti julukan sang sultan yang
artinya maligai. Namun, nama Malige lebih sering digunakan untuk
nama rumah adat ini karena diantara semua istana dan rumah, Malige
mempunyai ukuran yang paling besar. Versi lainnya ada yang menyebutkan
bahwa Malige berarti mahligai atau istana.berikut ini istana malige yang
berada di TMII.
Rumah adat Kamali atau istana Malige dibuat dengan fondasi batu alam
yang disebut dengan sandi. Sandi tersebut tidak ditanam tapi diletakkan
begitu saja tanpa perekat. Fungsinya adalah untuk meletakkan tiang
bangunan. Diantara sandi dan tiang bangunan dibatasi oleh satu atau dua
papan alas yang ukurannya disesuaikan dengan diameter tiang dan sandi.
Ini berfungsi sebagai pengatur keseimbangan bangunan secara keseluruhan.
Material bangunan ini terbuat dari kayu yang berasal dari pohon Wala dan lantai bangunan ini terbuat dari kayu jati.
Rumah adat ini memiliki empat lantai. Ruangan pada lantai pertama
memiliki ukuran lebih besar dari lantai kedua. Sedangkan ruangan lantai
keempat memiliki ukuran lebih besar dari lantai ketiga, jadi semakin
keatas maka akan semakin kecil atau sempit ruangannya, namun di lantai
keempat sedikit lebih melebar.
Seluruh bangunan tidak menggunakan paku dalam pembuatannya, melainkan
memakai pasak atau paku kayu. Tiang bagian depan terdiri dari 5 buah
tiang yang berjejer ke belakang sampai delapan deret, hingga berjumlah
sebanyak 40 buah tiang. Tiang tengah yang berdiri tegak ke atas
merupakan tiang utama yang disebut Tutumbu yang berarti tumbuh terus.
Jumlah tiang samping sebanyak 8 buah menunjukkan bahwa rumah tersebut
mempunyai 7 ruangan hal ini menjadi penanda kediaman Sultan Buton.
Setiap lantai di dalam Kamali/Malige atau Istana Kesultanan Buton
memiliki fungsi tertentu. Lantai pertama memiliki 7 petak atau ruangan.
Ruangan pertama dan kedua berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau
ruang sidang anggota Adat Kerajaan Buton. Ruangan ketiga diperuntukkan
khusus tamu dan dibagi menjadi dua bagian, bagian kiri digunakan untuk
kamar tidur tamu, dan bagian kanan digunakan untuk sebagai ruang makan
tamu. Ruangan keempat dibagi menjadi dua bagian dan diperuntukkan
sebagai kamar untuk anak-anak Sultan yang sudah menikah. Ruang kelima
digunakan sebagai kamar makan Sultan atau kamar tamu bagian dalam.
Sedangkan ruangan keenam dan ketujuh dari kiri ke kanan diperuntukkan
sebagai kamar anak perempuan Sultan yang sudah dewasa, kamar Sultan dan
kamar anak laki-laki Sultan yang dewasa.
Ruangan pada lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di
bagian kanan dan 7 kamar di bagian kiri. Setiap kamar memiliki tangga
pribadi sehingga lantai kedua ini memiliki masing-masing 7 tangga di
bagian kiri dan kanan dengan total 14 buah tangga. Kamar-kamar tersebut
diperuntukkan untuk tamu keluarga, sebagai kantor, dan juga sebagai
gudang. Kamar besar yang terletak di sebelah depan, biasanya digunakan
sebagai kamar tinggal keluarga Sultan, sedangkan yang paling besar
digunakan sebagai Aula. Ruangan pada lantai tiga digunakan sebagai
tempat rekreasi bagi keluarga Sultan. Sedangkan lantai empat digunakan
sebagai tempat untuk menjemur. Selain itu, pada bagian samping Malige
terdapat sebuah bangunan seperti rumah panggung kecil. Bangunan ini
diperuntukkan sebagai dapur yang dihubungkan oleh satu gang di atas
tiang ke bangunan utama dan memiliki lantai lebih rendah daripada lantai
bangunan utama. berikut ini replika di TMII yaitu rumah dapur yang
terhubung dengan bangunan utama.
b. Banua tada tare pata pae
Banua tada tare pata pale merupakan rumah siku yang memiliki tiang
samping sebanyak enam buah dan di dalamnya terdiri dari lima buah
ruangan. Rumah ini diperuntukkan sebagai tempat tinggal para pejabat,
pegawai istana atau anggota adat. Berikut ini sketsa tampak depan Rumah
adat Banua tada tare pata pale.
c. Banua tada tare talu pale
Banua tada tare talu pale merupakan rumah siku yang memiliki tiang
samping sebanyak empat buah dan di dalamnya terdiri dari tiga buah
ruangan. Rumah ini diperuntukkan sebagai tempat tinggal rakyat biasa.
Sumber:
http://www.rumah-adat.com/2016/10/rumah-adat-sulawesi-tenggara.html
Search Populer:
- rumah adat istana buton / malige
- rumah adat sulawesi tenggara laikas
- rumah adat banua tada
- rumah adat muna
- pakaian adat sulawesi tenggara
- tarian adat sulawesi tenggara
- nama rumah adat tolaki
- tarian adat suku buton
0 Response to "Istana Malige Rumah Adat Sulawesi Tenggara"