Rumoh Aceh Rumah Adat Aceh ( Artikel Lengkap )
Berdasarkan ketinggian rumah dan fungsinya, rumah adat aceh diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu, Rumoh Aceh, Rumoh Santeut dan Rangkang.
Namun yang banyak diketahui publik hanyalah rumoh aceh sehingga Rumoh
Aceh menjadi ciri khas rumah adat Aceh. Rumoh Aceh memiliki tiang yang
paling tinggi dibandingkan dengan kedua rumah lainnya, namun memiliki
fungsi yang sama dengan Rumoh Santeut yaitu sebagai rumah tinggal. Sedangkan Rangkang memiliki tinggi yang sama dengan dengan Rumoh Santeut namun memiliki fungsi sebagai balai pertemuan atau mengaji.
Rumoh Aceh
Rumah Aceh atau Rumoh Aceh dalam bahasa Aceh adalah rumah adat Aceh
yang berbentuk rumah panggung dengan denah rumah berupa persegi panjang
dan diposisikan dari timur ke barat agar tidak sulit menentukan arah
kiblat sedangkan tampak depan menghadap utara-selatan. Salah satu ciri
khas rumoh Aceh ini adalah tiang-tiang penopang rumah yang sangat
tinggi, yaitu sekitar 2,5-3 meter. Luas bangunannya pun minimal 200 m2
dengan ketinggian dasar lantai hingga atap mencapai 8 m. Walaupun
memiliki ukuran yang besar salah satu kehebatan rumoh aceh ini adalah
pembangunannya yang hanya menggunakan tali ijuk, pasak serta baji dengan
material utamanya kayu, papan dan daun rumbia untuk atapnya. Namun
hingga hari ini rumah aceh ini masih berdiri tegak setelah dibangun
lebih dari 200 tahun. Berikut ini replika gambar rumah aceh yang berada
di TMII.
Penggunaan bahan yang berasal dari alam merupakan wujud penghormatan
dan pemanfaatan warga aceh terhadap sumber daya alam yang melimpah
disekitarnya serta wujud terimakasih kepada Allah SWT. Karena bagi
masyarakat Aceh perihal membangun rumah tidaklah sederhana karena
pembangunannya diibaratkan membangun kehidupan sehingga diperlukan
upacara adat yang harus dipenuhi sebelum memulai proses pembangunan.
Upacara adat ini melalui tiga tahapan. Tahapan pertama yaitu upacara
adat yang digelar pada saat diambilnya material bangunan dari hutan.
Tahapan kedua yaitu upacara adat saat akan mulai proses pembangunan,
dimana tanggal yang diambil diputuskan oleh Teungku (ulama setempat).
Sedangkan tahapan terakhir yaitu upacara adat yang dilakukan setelah
rumah telah rampung atau pada saat rumah akan ditinggali. Proses
pembangunannya pun melalui proses musyawarah dengan keluarga, masukan
dari Teungku dan pembangunannya dilakukan secara bergotong royong. Hal
inilah yang menyebabkan terciptanya keharmonisan dalam lingkungan
bermasyarakat yang berjalan lurus dengan adat. Adapun aturan penempatan
ruang dalam rumah aceh berperan sebagai lambang ketaatan pada aturan.
Tampak depan rumah yang menghadap utara-selatan pun diterapkan selain
untuk menghindari arah angin yang berpotensi merubuhkan bangunan juga
untuk memudahkan sinar matahari menembus kamar-kamar. Sedangkan posisi
bangunan yang menghadap ke arah barat-timur menggambarkan salah satu
penerapan aspek keagamaan masyarakatnya terhadap tempat tinggalnya.
Penerapan lainnya yaitu, pembagian ruangan dan anak tangga yang ganjil
serta disediakannya gentong air untuk membilas kaki sebelum memasuki
rumah.
Pembagian ruangan di rumah aceh terdiri atas tiga bagian utama yaitu
Ruang depan atau serambi muka (seuramoe keue) atau (seuramoe reunyeun),
Ruang tengah (tungai) dan Ruang belakang (seramoe likoet). Setiap
bagian ini memiliki fungsinya masing-masing bahkan memiliki pembagian
area bagi yang ingin memasukinya, yaitu area yang boleh dimasuki pria
dan wanita dan area khusus wanita saja. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
kesopanan kepada wanita.
Ruang depan atau Seuramoe Keue / Seuramoe Reunyeun
Ruang depan atau Seuramoe Keue / Seuramoe Reunyeun adalah sebuah
ruangan luas memanjang tanpa sekat-sekat yang berfungsi sebagai ruang
tamu. Ruang tamu ini terbuka bagi siapa saja baik pria maupun wanita.
Selain untuk menerima tamu, ruang ini juga dimanfaatkan sebagai area
mengaji dan istirahat anak laki-laki, area pertemuan keluarga, area
makan-makan saat ada upacara pernikahan atau upacara adat lainnya. Pada
area barat diletakkan tikar besar di lantai serta tikar duduk anyaman
kecil yang berbentuk segi empat sebagai tempat duduk para tamu. Di dalam
ruangan ini pun terdapat tangga yang menghubungkan ruangan depan dengan
ruangan tengah. Jumlah anak tangganya biasanya bilangan ganjil sekitar 7
atau 9 anak tangga.
Ruang Tengah atau Tungai (Rumoh Inong dan Rumoh Anjoeng)
Ruang Tengah atau tungai merupakan ruang bersekat yang berada di
antara ruang depan dan belakang dan memiliki posisi lebih tinggi
setengah meter dari kedua ruang tersebut. Ruang ini terbagi menjadi dua
kamar yang berhadapan yaitu rumah inong atau rumah induk dan rumah
anjoeng. Rumoh inong merupakan kamar tidur yang dipakai oleh kepala
keluarga, sedangkan rumoh anjoeng merupakan kamar tidur yang dipakai
anak perempuan. Bila memiliki lebih dari satu anak perempuan, maka
kepala keluarga akan tidur di ruang belakang selama sbelum dapat
membangun ruangan baru yang terpisah. Keunikan ruang inong yaitu ruang
dapat digunakan sebagai tempat pelaminan di acara pernikahan selain itu
bagian lantainya yang terbuat dari papan dapat dibongkar pasang untuk
memandikan mayat anggota keluarga.
Pada ruang tengah ini juga terdapat sebuah gang yang disebut rambat.
Rambat ini diapit oleh rumoh inong dan rumoh anjoeng dan berfungsi
sebagai ruang yang menghubungkan ruang depan dan ruang belakang. Namun
akses rambat ini pun terbatas apalagi bila lelaki ingin melewatinya.
Akses hanya diberikan kepada kerabat keluarga yang dekat. Hal ini
dilakukan karena rambat merupakan akses jalan menuju ruang belakang
yaitu area khusus wanita.
Baca Juga:
Kepulauan Bangka Belitung - “Tarian Adat,Senjata Tradisional, Makanan Tradisional, Rumah Adat, Pakaian Adat, Alat Musik Tradisional & Lagu Daerah ) Lengkap
Ruang Belakang atau Seuramoe Likot
Ruang Belakang atau Seuramoe likot merupakan ruangan yang terletak di
belakang dengan ketinggian lantai yang sama dengan ruang depan dan juga
tidak ada sekat sekat. Ruangan ini digunakan sebagai tempat
berkumpulnya penghuni rumah, ruang makan, tempat para wanita berkegiatan
seperti menjahit dan menganyam serta merangkap sebagai dapur. Namun ada
pula yang memisahkan dapurnya di belakang seuramoe likot atau disebut
rumoh dapu dengan posisi lantai yang sedikit lebih rendah. Selain itu di
bagian umumnya terdapat loteng yang dibangun khusus sebagai tempat
penyimpanan barang berharga keluarga.
Selain dari tiga ruangan utama di atas, umumnya rumoh aceh dilengkapi
oleh Kroeng Pade atau lumbung padi untuk menyimpan padi dan juga bale
atau balai yang dimanfaatkan sebagai tempat melepas lelah sejenak.
Bangunan ini terpisah dari rumah utama dan biasanya diletakkan di
sekitar rumah.
Rumah Aceh atau Rumoh Aceh terdiri atas tiang-tiang penopang lantai,
tangga, lantai, dinding, jendela dan atap yang keseluruhannya dibangun
tanpa menggunakan paku. Material yang digunakan yaitu tali pengikat yang
berbahan tali ijuk, pasak, rotan dan kulit pohon waru, papan, enau,
kayu dan bamboo.
Banyaknya jumlah tiang penopang di rumah aceh bervariasi tergantung
dari berapa banyak ruangan yang terdapat di dalam rumah atau dari
seberapa luas ukuran rumah. Biasanya masyarakat aceh membangun rumah
dengan jumlah tiang sebanyak 16, 18, 22 dan 24. Namun ada pula yang
sanggup membangun dengan jumlah tiang mencapai 40 atau bahkan 80. Jumlah
tiang 16 biasanya untuk rumah yang mempunyai tiga ruangan, sedangkan
jumlah tiang 24 untuk rumah yang mempunyai 5 ruangan. Material yang
digunakan untuk membuat tiang ini biasanya dari bahan kayu dan bentuknya
bulat dengan diameter kurang lebihnya 20-35 cm.
Tiang penopang ini diletakkan dengan posisi berjajar sebanyak empat
baris dengan jarak setiap baris sejauh 2,5-4 m. Terdapat dua buah tiang
special di dalam barisan tiang ini, yaitu tameh raja (tiang raja) yang
diletakkan di bagian utara dan tameh putrou (tiang putri) yang
diletakkan di bagian selatan.
Adanya tiang menyebabkan terbentuknya ruang kosong di bawah lantai
atau kolong yang lazimnya disebut yup moh. Ruangan kosong ini bermanfaat
sebagai pencegah masuknya binatang buas ke dalam rumah dan untuk
menghindari banjir pada masa lampau. Oleh para penghuni rumah ruangan
ini juga dimanfaatkan sebagai penyimpanan perkakas kerja sehari-sehari
seperti alat tumbuk padi (Jeungki) dan sebagai tempat menaruh padi
(berandang). Saking tingginya tiang-tiang ini terkadang yup moh atau
kolong ini juga dimanfaatkan para penghuni rumah sebagai area bermain
anak, kegiatan menenun para wanita, bahkan sebagai kandang sementara
binatang peliharaan maupun ternak.
Sebagai rumah panggung, maka diperlukan tangga untuk mencapai rumah
utama atau lazimnya disebut reunyeun. Tangga ini berjumlah ganjil yaitu
mulai dari 7 hingga 9 tangga. Jumlah ini sesuai dengan kepercayaan
masyarakat Aceh akan pengaruh jumlah terhadap rezeki, pertemuan dan juga
rumaut. Fungsi lain dari tangga ini juga sebagai palang bagi selain
keluarga atau kerabat dekat terutama bila tidak ada penghuni pria di
dalam rumah. sehingga tangga ini dapat menjadi pengawas dalam hubungan
social antar warga.
Baca Juga:
Kepulauan Riau (Senjata Tradisional, Makanan Tradisional,Tarian Adat, Rumah Adat, Pakaian Adat, Alat Musik Tradisional & Lagu Daerah) Lengkap
Berbanding terbalik dengan bangunan yang besar dan juga tinggi, pintu
masuk utama rumoh aceh atau pinto aceh ini sangatlah mungil. Tingginya
hanya sekitar 120-150 cm. Hal ini membuat orang yang hendak masuk
otomatis menundukkan kepala agar tidak terbentur. Konsep ukuran pintu
yang mungil ini menggambarkan bahwa siapa pun orang yang hendak masuk,
kaya atau miskin, tua atau muda hendaknya menghormati sang pemilik
rumah. Karena pintu ibarat hati pemilik rumah, perlu upaya untuk
memasukinya namun apabila telah masuk maka akan diterima dengan penuh
kebesaran hati tanpa sekat sekat seperti luasnya bagian dalam rumah. Hal
ini sesuai dengan pribadi masyarakat aceh yang menjunjung adat, yaitu
tidak suka menyombongkan diri.
Serupa dengan pinto aceh, jendela rumah aceh pun mungil-mungil,
dengan ukuran 0.6x1 m. Biasanya jendela diletakkan di dinding sebelah
barat dan timur yaitu pada rumoh inong dan rumoh anjoeng serta dua buah
jendela berada di bagian depan rumah. Jendela ini hanya terdapat pada
rumoh aceh yang memiliki dinding yang terbuat dari papan. Ada juga
sebagian dinding yang terbuat dari kayu enau.
Sama seperti dinding, material utama lantai pada rumoh aceh adalah
papan dan kadang menggunakan kayu enau. Selain itu terdapat pula bambu
yang dimanfaatkan untuk membuat gasen (reng), alas lantai, beuleubah
(tempat menyemat atap), dan lainnya. Salah satu keunikan lantai pada
rumoh aceh yaitu adanya gap atau celah antar papan sekitar 1cm. Gap ini
menjadi tempat terbuangnya kotoran yang ada di lantai rumah bila disapu.
Begitu banyak keunikan yang ada di rumah aceh, termasuk dengan atap
rumahnya. Atap rumah pada rumah aceh tidak bersifat permanen atau mudah
untuk dilepaskan karena hanya dihubungkan menggunakan tali ijuk. Hal ini
dilakukan mengingat bahan dasar atap yaitu daun rumbia atau daun enau
yang rentan terbakar. Untuk mengurangi rambatan api maka tali ijuk dapat
dipotong dan atap dapat dilepaskan.
Bentuk atap pada rumoh aceh merupakan atap dengan rabong atau tampong
satu yang ditempatkan di atas ruang tengah yang direntangkan dari ujung
kiri ke kanan dan cucuran atap ditempatkan di area depan dan belakang
rumah. bahan utama penyusun atap adalah daun rumbia atau kadang
menggunakan daun enau. Daun ini diikat dengan belahan rotan yang tipis
atau lazimnya disebut mata pijeut. Sedangkan bahan utama tulang atap
adalah belahan batang bambu. Karena bagian tengah atap yang berbebntuk
rabong menjadikan ruang kosong dibagian atas ruang tengah dan di bawah
atap dimanfaatkan menjadi loteng sebagai tempat penyimpanan barang.
Rumah adat identik dengan motif – motif ukiran yang khas yang
tersebar di seluruh bagian rumah. Begitu pula dengan rumoh aceh. Bentuk
ukirannya berupa pola simetris, belah ketupat, garis silang dan
kaligrafi pada bagian tulak angen. Umumnya ukirannya berupa ayat suci Al
Quran, Flora berupa semua bagian bunga dan lainnya, fauna, dan alam.
Rumoh Santeut
Rumoh santeut (datar) atau tampong limong merupakan rumah adat aceh
yang biasanya digunakan sebagai tempat tinggal sehari-hari masyarakat
aceh yang berpenghasilan rendah. Perbedaan rumoh santeut dengan rumoh
aceh terletak pada ketinggian bangunan dan lantai setiap bagian rumah
memiliki ketinggian yang sama, tidak seperti rumoh aceh dimana ruang
tengah lebih tinggi dibandingkan dengan ruang depan dan belakang.
Rumoh santeut dapat juga disebut sebagai versi sederhana dari rumoh
aceh. Kolong rumah hanya setinggi 1,5 m. Material penyusunnya pun
sederhana, murah dan banyak memanfaatkan hasil alam sekitar. Atapnya
tersusun dari daun rumbia, dindingnya merupakan susunan pelepah rumbia,
sedangkan lantainya merupakan bamboo belah yang disusun tidak rapat agar
memungkinkan masuknya udara dari bawah sehingga rumah tidak terasa
panas. Kesederhanaan rumoh santeut juga dapat dilihat dari tidak
terdapatnya ukiran-ukiran pada dinding maupun bagian rumah lainnya.
Rumoh santeut memiliki pembagian ruangan seperti pada rumoh aceh
dengan tambahan bale didepan rumah. bagian depan sebagai ruang tamu atau
kumpul keluarga, ruang tengah untuk kamar tidur, dan ruang belakang
sebagai gudang dan dapur. Adapun karena terbatasnya ruangan, ruangan
belakang dimanfaatkan juga sebagai kamar tidur dan dibangun ruang
tambahan disamping ruang belakang untuk digunakan sebagai dapur. Kolong
rumah dimanfaatkan sebagai area bersilaturahmi dan berkegiatan dengan
para tetangga dan kerabat maupun para lelaki yang bukan muhrim.
Baca Juga:
Jakarta ( Tarian Adat, Senjata Tradisional, Makanan Tradisional,Rumah Adat, Pakaian Adat, Alat Musik Tradisional & Lagu Daerah ) Lengkap
Rangkang
Rangkang berupa rumah panggung yang hanya terdiri dari satu ruangan.
Rangkang ini biasanya dimanfaatkan sebagai tempat melepas lelah bagi
petani saat sedang bertani. Material yang digunakan untuk membuat
rangkang juga sangat sederhana yaitu kayu biasa dan daun rumbia untuk
atapnya.
Sumber:
http://www.rumah-adat.com/2016/11/rumah-aceh-rumah-adat-aceh.html
0 Response to "Rumoh Aceh Rumah Adat Aceh ( Artikel Lengkap )"