Suku Bolaang Mongondow dan Kebudayaan
Asal usul kata
Bolaang Mongondow
Secara etimologi Bolaang Mongondow mempunyai makna kata
tersendiri yaitu nama Bolaang berasal dari kata "Bolango"
atau "Balangon" yang artinya Laut. Atau dengan istilah lain seperti "Bolaang"
atau "Golaang" yang artinya menjadi Terang atau Terbuka dan Tidak
gelap. Sedangkan kata mongondow berasal dari kata "momondow" yang artinya
berseru tanda kemenangan. Namun pengertian secara luasnya adalah kata bolaang
atau bolang adalah perkampungan yang ada di laut sedangkan Mongondow adalah perkampungan
yang ada di hutan atau gunung.
Sejarah
Dari cerita rakyat mengenai asal usul, masyarakat Mongondow
mempercayai bahwa mereka berasal dari nenek moyang mereka yakni dari pasangan
Gumalangit dan Tendeduata serta pasangan Tumotoiboko dan Tumotoibokat. Menurutnya
nenek moyang mereka tersebut tinggal di Gunung Komasan, yang
sekarang masuk ke dalam Bintauna. Keturunan dari kedua
pasangan ini lah yang kemudian menjadi suku Mongondow. Keberadaan suku ini
sudah beredar luas hingga keluar dari daerah asalnya seperti Tudu in Lombagin,
Buntalo, Pondoli’, Ginolantungan, Tudu in Passi, Tudu in Lolayan, Tudu in Sia’,
Tudu in Bumbungon, Mahag, Siniow, dan lain sebagainya.
Mata Pencaharian
Dahulu mata pencaharian suku Mongondow adalah berburu, nelayan,
mengolah sagu dan mencari umbi di hutan dan belum mengenal cara bercocok tanam.
Pimpinan kelompok
Masyarakat
Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan dipimpin oleh
seorang bogani. Bogani dipilih dengan persayratan tertentu dan bisa pria
atau wanita. Syaratnya adalah :
1. Memiliki kemampuan fisik, (kuat)
2. Berani
3. Bijaksana
4. Cerdas
5. Mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok
dan keselamatan dari gangguan musuh.
Para Bogani tidak sendiri dalam memimpin, mereka didampingi
oleh para tonawat. Tonawat merupakan orang yang mengetahui perbintangan, ahli
penyakit dan pengobatannya, dan juga bertugas sebagai penasehat pimpinan. Mereka
juga mengenal sistem gotong royong untuk menyelesaikan tugas sejara bersama
demi kesejahteraan kelompok.
Sistem kepercayaan
Pada saat-saat tertentu para bogani akan berkumpul untuk melakukan
musyawarah. Mereka meyakini Yang maha kuasa dengan sebutan Ompu Duata yang berkuasa
atas segala sesuatu. Mereka biasanya mengadakan upacara ritual sebelum
mengerjakan pekerjaan besar seperti permulaan suatu usaha, kegiatan atau pada
saat upacara pengobatan. Mereka juga selalu Mongompu (menyebut nama Ompu
Duata) agar usaha yang mereka lakukan berkenan dan dikabulkan oleh Yang Maha
Kuasa.
Dalam kepercayaannya pantang bagi setiap anggota masyarakat
untuk melakukan hal-hal yang jahat, yang tidak berkenan kepada Ompu Duata. Mereka
juga memiliki peraturan yang harus dipatuhi. Jika ada yang melanggar akan dikenakan
sanksi antara lain dikucilkan atau disisihkan dari masyarakat.
Masa kerajaan
Pada abad 13 para Bogani bersatu membentuk satu pemerintahan
kerajaan bagi suku mongondow yang bernama Bolaang yang bermakna lautan. Nama Bolaang
ini menandakan bahwa Kerajaan ini sebagai kerajaan maritime dan dari hasil
musyawarah dari para Bogani, mereka sepakat mengangkat Mokodoludut sebagai raja
Pertama kerajaan Bolaang.
Pada abad 16 setelah kepergian Raja Mokodompit ke Siau dalam
beberapa tahun Kerajaan Bolaang Mongondow Kosong Kekuasaan apalagi pangeran
Dodi Mokoagow kandidat terkuat untuk calon Raja pengganti Mokodompit tewas
terbunuh dalam suatu insiden dengan suku alifuru di daerah pedalaman manado.
Dimasa ini Pemerintahan di ambil alih oleh seorang Bogani Mulantud yang bernama
Dou', setelah Putra raja Mokodompit yang tinggal di Siau telah dewasa, Dia
dilantik sebagai raja ke 7 Kerajaan Bolaang Mongondow, Abo'(pangeran) ini
bernama Tadohe /sadohe. Ibunya adalah seorang Putri kerajaan Siau. Sejak pemerintahannya,
sistem Pemerintahan Kerajaan Bolaang Mongondow di tata Kembali. Pada tahun 1901, secara
administrasi daerah ini termasuk Onderafdeling Bolaang
Mongondow yang didalamnya termasuk Bintauna, Bolaang Uki, Kaidipang Besar dari Afdeling Manado.
Di zaman Raja Salmon Manoppo (1735-1764) terjadi
pertentangan yang sengit dengan pihak belanda dan berakhir raja salmon di tawan
dan di buang ke Tanjung harapan di Afrika Selatan. Kejadian ini memicu protes besar
yang di lakukan oleh suku mongondow, sehingga Belanda pun akhirya mengembalikan
Raja Bolaang. Dan sejak itulah nama Kerajaan Bolaang di tambahkan dengan nama
suku empunya kerajaan Bolaang ini hingga menjadi Bolaang Mongondow sampai
sekarang.
Kerajaan ini resmi berakhir pada tanggal 1 juli 1950. Saat itu
Raja Tuang Henny Yusuf Cornelius Manoppo mengundurkan diri dan menyatakan
bergabung dengan Negara Kesatuan Repoblik Indonesia. Sekarang ini nama Mongondow
di maknai sebagai daerah pegunungan dan Bolaang sebagai daerah Pesisir.
Masuknya Agama dan
Pendidikan
Raja Bolaang Mongondow yang pertama mendapatkan pendidikan
adalah Raja Jakobus Manoppo. Waktu itu ia dibawa oleh pedagang V.O.C. melalui
persetujuan ayahnya raja Loloda Mokoagow (datu Binagkang). Jakobus Manoppo kemudian
menjadi raja ke-10 yang memerintah pada tahun 1691-1720, yang diangkat oleh
V.O.C. Namun pengangkatan ini tidak direstui oleh ayahnya. Saat dilantik Jakobus
Manoppo menjadi raja beragama Roma Katolik.
Agama islam masuk pada zaman pemerintahan raja Cornelius
Manoppo, raja ke-16 (1832),
melalui Gorontalo.
Syarif Aloewi lah yang membawa ajaran islam kesana. Ia mengawini putri raja tahun 1866. Karena keluarga
kerajaan sebelum raja Cornelius Manoppo telah memeluk agama Islam, maka agama
islam dianggap sebagai agama raja, sehingga sebagian besar penduduk Bolaang
Mongondow memeluk agama Islam juga telah turut memengaruhi perkembangan kebudayaan
dalam beberapa segi kehidupan masyarakat.
Masuknya agama dan pendidikan telah merubah sistem kehidupan
sosial budaya antara lain : tentang cara pengelolaan tanah pertanian
(mulai mengenal penanaman padi di sawah), adat kebiasaan, pernikahan, kematian,
pembangunan rumah, pengaturan saran perhubungan, media komunikasi dan lain-lain
sebgainya.
Rumah Adat
Rumah tempat tinggal di Bolaang Mongondow berbentuk rumah
panggung dengan sebuah tangga di depan dan sebuah di belakang. Dengan adanya
pengaruh luar, maka bentuk rumahpun sudah berubah. Kehidupan sosial budaya
masyarakat yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan pembangunan sekarang ini,
banyak yang telah berubah. Namun budaya daerah yang masih mengandung nilai-nilai
luhur yang dapat menunjang pembangunan fisik material dan mental spiritual,
masih tetap dipelihara dan dilestarikan.
Sub Suku
Suku Mongondow terdiri dari beberapa anak suku yaitu:
1. Bolaang Mongondow
2. Bolaang Uki
3. Kaidipang Besar
4. Bintauna.
Bahasa
Suku Mongondow menggunakan bahasa
Mongondow, bahasa Bolango dan bahasa Bintauna. Bahasa-bahasa ini masuk
kedalam Rumpun bahasa Filipina, bersama dengan Bahasa
Gorontalo, Bahasa Minahasa dan Bahasa
Sangir. Selain itu, Suku Mongondow juga menggunakan Bahasa Melayu Manado untuk berkomunikasi dengan
masyarakat Sulawesi Utara lainnya.
Alat Musik
Dari sekian banyak musik tradisional yang pernah dikenal di
daerah ini, banyak yang telah punah dan tidak pernah lagi
dimainkan. Ada musik instrumental yang berasal dari luar daerah yang
juga telah merakyat seolah-olah musik asli daerah, misalnya : gambus, rebana,
kulintang dan lain-lain. Alat musik tradisional sebagai permainan rakyat,
antara lain :
1. Kantung
2. Rababo
3.Tantabua
4. Bansi' atau tualing
5. Oli-oli'
6. Dadalo'
7. Bolontung
8. Gimbal
9. Gandang
10. Gulintang
11. Kulintang
Seni Tari
Tari Tayo
Tari Joke'
Tari Mosau
Tari Rongko atau tari ragai
Search Populer:
- rumah adat suku bolaang mongondow
- adat istiadat suku bolaang mongondow
- pakaian adat suku mongondow
- nama raja raja bolaang mongondow
- penjelasan rumah adat rumah bolaang mongondow
- alat musik tradisional bolaang mongondow
- kamus bahasa bolaang mongondow
- rumah adat suku mongondow
0 Response to "Suku Bolaang Mongondow dan Kebudayaan"