Sejarah dan Kebudayaan Suku Loloan
Loloan suatu komunitas yang berada dalam
lingkungan wilayah Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Warga komunitas
ini merupakan pemeluk agama Islam yang terbilang taat. Mereka berada di
tengah lingkungan mayoritas masyarakat suku bangsa Bali yang merupakan pemeluk taat agama Hindu Dharma.
Sumber tertentu mencatat bahwa masyarakat Loloan merupakan keturunan pendatang dari Sulawesi, Kalimantan, bahkan ada yang datang dari Malaysia. Kata loloan berasal dari kata liloan yang artinya "berkelok-kelok". Kata liloan berasal dari bahasa pendatang tersebut, yang diucapkan ketika mereka untuk pertama kalinya menyusuri Sungai Ijogading yang penuh kelokan.
Pendatang pertama ke daerah yang sekarang disebut Loloan ini adalah rombongan keturunan Sultan Wajo dari Sulawesi. Mereka sampai ke daerah ini karena dikejar-kejar oleh tentara VOC (Belanda) pada pertengahan abad ke-17. Pada masa itu, kedatangan mereka diterima baik oleh I Gusti Ngurah Pancoran, Raja Jembrana. Raja Jembrana sendiri memang tidak menyukai masuknya Belanda ke daerah kekuasaannya. Pendatang Bugis-Makassar ini membina hubungan baik dengan keluarga Raja Jembrana, akhirnya ada pula keluarga Raja dan penduduk setempat yang memeluk agama Islam.
Sekitar pertengahan abad ke-17 itu juga, ke Loloan datang lagi rombongan Syarif Abdullah bin Yahya Al-Qadry, keturunan Sultan Pontianak. Dalam rombongan ini ada pula orang Melayu dari Pahang, Johor, Kedah, Trengganu, serta beberapa orang keturunan Arab. Rombongan ini pun datang karena dikejar-kejar oleh Armada Belanda. Kedatangan mereka menambah lengkap dan memperkokoh terwujudnya perkampungan masyarakat yang beragama Islam di Loloan. Masyarakat ini, yang kemudian disebut masyarakat Loloan, semakin lama semakin berkembang, dan semakin menunjukkan cirinya yang khas di tengah masyarakat Bali di sekitarnya. Pada masa ini, mereka berdiam di beberapa desa, antara lain desa Pengembangan, Tegal Badeng Islam, Cupel, Tukadaya, Banyubiru, Tuwed, Candi Kusuma, Sumber Sari, Kelatan, Airkuning, Sumbul, dan Pekutatan, yang semuanya termasuk wilayah Kabupaten Jembrana.
Sebagai suatu komunitas, desa-desa masyarakat Loloan ini memperlihatkan ciri-ciri khas dibandingkan dengan desa-desa dan masyarakat Bali di sekitarnya. Di samping perbedaan agama yang mereka anut, ciri itu tampak pula dalam bentuk rumah. Rumah orang Loloan umumnya merupakan rumah panggung. Pintu rumah mereka selalu menghadap timur. Letak pintu rumah seperti itu dimaksudkan agar mereka tidah tergangg bila harus melakukan shalat dengan menghadap kiblat ke barat. Dekorasi dalam rumah umumnya bercorak Islam, misalnya hiasan kaligrafi. Gaya pakaian mereka, terutama kaum wanitanya, harus sesuai dengan persyaratan busana Muslim. Secara umum mereka menunjukkan adanya ciri budaya khas di tengah lingkungan budaya sekitarnya yang khas pula.
Belum lama berselang sebuah prasasti dari masa Islam ditemukan di daerah Loloan Timur, Kecamatan Negara. Prasasti itu ditemukan di dalam Masjid Baitul Qadim di desa tersebut. Prasasti Loloan berbahasa Melayu yang ditulis pada sebuah sebilah kayu dengan huruf Arab Pegon, yang terdiri dari enam baris. Ukuran kayu itu adalah 40 x 20 cm. Tulisan ini menceriterakan tentang seorang bernama Ya'kub berasal dari Trengganu mewakafkan harta warisan istrinya berupa sebuah Al Quran dan sebidang tanah sawah untuk Masjid Jembrana di kampung Loloan. Prasasti ini berangka tahun Hijriah 1268.
Sementara ahli menganalisis tahun 1268 H (1883 M) itu bukanlah tahun Islamisasi atau angka tahun awal atau akhir kedatangan Islam ke Loloan. Hal ini terlihat dari keturunan mereka yang masih ada dan berkembang sampai sekarang.
Search Populer:
- Suku di indonesia terlengkap
- Sejarah Suku Loloan
- Kebudayaan Suku Loloan
- Rumah adat Suku Loloan
- Bahasa Suku Loloan
- Makanan Suku Loloan
- Tempat Tinggal Suku Loloan
- Suku Loloan Artikel Lengkap
0 Response to "Sejarah dan Kebudayaan Suku Loloan"