Suku Lowa dari Nusa Tenggara Timur ( Artikel Lengkap )
Suku Lowa,
adalah salah satu suku yang berada di kota Komba kabupaten Manggarai
Timur yang berada di pulau Flores provinsi Nusa Tenggara Timur,
Indonesia.
Suku Lowa berada di wilayah suatu suku yang lebih dominan,
yaitu suku Rongga, sehingga suku Lowa dikelompokkan sebagai salah satu
bagian dari 20 sub-suku Rongga,
suku Lowa |
Dalam kehidupan suku Lowa, terdapat suatu ritual yang dianggap penting bagi masyakat suku Lowa, yaitu Ritual Kebhu.
Ritual Kebhu ini adalah ritual Memanen Ikan, dalam kolam muara buntu
yang dilakukan secara massal untuk memupuk kebersamaan. Ritual ini
dilakukan suku Lowa di lingkungan suku Rongga di kecamatan kota Komba
kabupaten Manggarai Timur pulau Flores provinsi Nusa Tenggara Timur.
Penangkapan berlangsung di sebuah limbu
(kolam) bernama Tiwu Lea. Kolam itu merupakan muara sungai Waerawa di
Nangarawa desa Bamo, yang berlokasi sekitar 18 km arah selatan Kisol
atau 27 km dari Borong, ibu kota kabupaten Manggarai Timur.
Sebelum hari pelaksanaan ritual, tetua suku Lowa mengirim
utusan ke sejumlah kampung dan desa lain, untuk mengundang warga kampung
lain ikut memanen ikan atau lazim disebut kremo di Tiwu Lea. Menangkap
ikan di Tiwu Lea hanya boleh dilakukan dengan tangan kosong. Peserta
dilarang menggunakan pukat (jaring) ataupun alat tangkap dari besi,
seperti tombak atau trisula.
Kalaupun ada alat tangkap hanya berupa ndai, sejenis jaring dorong dengan dua tongkat kayu di dua sisi. Ikan yang berhasil mereka tangkap langsung dimasukkan ke dalam mbere (wadah penampung dari anyaman daun lontar, pandan) atau gewang (sebangsa palem).
Peserta dilarang emosional, apalagi bersikap menghasut saat
kremo. Yang paling diharamkan adalah meneriakkan nada-nada provokasi,
seperti hia-hia-hia, yang bisa membuat orang terprovokasi dan saling
berebut menangkap ikan. Warga juga dilarang menggigit hasil tangkapannya
sebelum dimasukkan ke dalam mbere.
Baca Juga:
Suku Ende dari Nusa Tenggara Timur ( Artikel Lengkap )
Begitu pantangan dilanggar, tetua pemilik kebhu langsung menebarkan jala pusaka bernama ramba
ke dalam kolam sebelum waktunya. Kegiatan kremo pun segera dihentikan.
Warga yang mencoba melanjutkan kegiatan dalam kolam akan sia-sia karena
ikan dan biota lain akan langsung menghilang.
Kegiatan kremo diawali
dengan serangkaian ritual adat, yang disebut eko ramba, tunu manu, dan
nazho. Ritual eko ramba wujudnya berupa penggendongan ramba (jala
pusaka) dari ulunua (hulu kampung) di Muting menuju eko nua (hilir
kampung) di Nangarawa, dekat tepi kolam Tiwu Lea. Prosesi eko
rambadisertai kelong (nyanyian mistis).
”Oru lau mbawu oru lau, renggo ika rele lia...,” begitu
syair kelong. Mereka memohon kepada leluhur agar menghalau mbawu, ikan
belanak yang mendominasi kolam muara, belut, dan berbagai biota lain
supaya keluar dari lia (sarang) menuju kolam Tiwu Lea.
Penggendongan ramba hanya dilakukan oleh perempuan dewasa yang masih berstatus anggota suku Lowa yang belum menikah. Boleh juga perempuan yang sudah menikah, tetapi dipastikan kawin masuk (menjadi anggota suku).
Penggendongan ramba hanya dilakukan oleh perempuan dewasa yang masih berstatus anggota suku Lowa yang belum menikah. Boleh juga perempuan yang sudah menikah, tetapi dipastikan kawin masuk (menjadi anggota suku).
Prosesi eko ramba berlangsung sejauh lebih-kurang 1,5 km,
berujung di kaki nangge (pohon asam) di Nangarawa. Kaki pohon asam itu
konon pernah mati, tetapi hidup kembali.
Prosesi dilanjutkan dengan ritual tunu manu, yaitu
pemotongan ayam kurban. Sebagian darah ayam dioleskan ke permukaan batu
sesajen dan sebagian lain dioleskan pada ramba.
Jala pusaka selanjutnya diserahkan kepada tetua yang akan memimpin kremo. Kegiatan dimulai setelah sang tetua menebarkan ramba ke kolam. Penebaran didahului lima kali ancang-ancang (nazho). Tetua juga menebarkan jawa pena (jagung titi) ke kolam.
Jala pusaka selanjutnya diserahkan kepada tetua yang akan memimpin kremo. Kegiatan dimulai setelah sang tetua menebarkan ramba ke kolam. Penebaran didahului lima kali ancang-ancang (nazho). Tetua juga menebarkan jawa pena (jagung titi) ke kolam.
Dari kegiatan itu, tetua langsung memberi tanda-tanda yang
mengisyaratkan apakah kremo akan mendapatkan hasil tangkapan memuaskan
atau mengecewakan. Kalau ikan-ikan langsung datang menyerbu, itu
pertanda baik. Pertanda kurang memuaskan kalau tidak banyak ikan yang
datang menyambut ramba atau jawa pena.
Ramba tidak dimanfaatkan untuk menangkap ikan. Setelah ditebar untuk
mengawali kegiatan kremo, jala pusaka disimpan di rumah induk Suku Lowa
di Muting dan dikeluarkan saat kebhu berikutnya.
Tradisi Kebhu dilakukan sekali
dalam lima tahun. Ahli waris utama suku Lowa, Donatus Jimung, dan
sejumlah tetua di Muting menyebutkan, kebhu terakhir berlangsung tahun
2007. Waktu pelaksanaannya biasanya pada bulan September atau Oktober
selama sehari penuh.
Ada juga fenomena alam yang mendukung tenggang waktu lima tahun itu.
Berdasarkan kesaksian masyarakat sekitar, hanya sekali dalam lima tahun
kolam muara Tiwu Lea mengalami kebuntuan atau tidak tersambung langsung
ke laut. Berbagai biota yang terjebak dalam kolam buntu itu menjadi
harta milik Suku Lowa, tetapi dipanen secara bersama oleh ribuan warga
sekitarnya.
Ritual kebhu sesungguhnya mengusung pesan luhur agar manusia tidak
serakah terhadap rezeki yang didapat. Pesan lain adalah mendorong
kehidupan bersama secara harmonis tanpa dibatasi sekat suku atau
perbedaan lain.
Baca Juga:
Suku Motu Poso dari Nusa Tenggara Timur ( Artikel Lengkap )
Masyarakat suku Lowa dari kegiatan-kegiatan tradisi seperti
di atas menunjukkan, bahwa pada masa lalu, suku Lowa ini kemungkinan
termasuk bangsa yang menekuni kehidupan sebagai nelayan, atau bangsa
bahari.
Saat ini kehidupan suku Lowa telah mengenal beberapa teknik pertanian. Sebagian besar masyarakat suku Lowa hidup dari bercocok tanam. Mereka memeiliki lahan kebun dan ladang yang ditanami berbagai jenis tanaman untuk kebutuhan hidup. Selain itu mereka juga memelihara beberapa hewan ternak untuk menambah penghasilan mereka.
Saat ini kehidupan suku Lowa telah mengenal beberapa teknik pertanian. Sebagian besar masyarakat suku Lowa hidup dari bercocok tanam. Mereka memeiliki lahan kebun dan ladang yang ditanami berbagai jenis tanaman untuk kebutuhan hidup. Selain itu mereka juga memelihara beberapa hewan ternak untuk menambah penghasilan mereka.
Search Populer:
- daftar nama nama suku di indonesia
- macam-macam suku bangsa di indonesia dan penjelasannya
- suku suku di indonesia dan asalnya
- suku di indonesia berdasarkan provinsi
- macam macam suku di indonesia dan penjelasannya
- macam macam suku bangsa dan uraiannya
- suku bangsa di indonesia beserta gambarnya
- suku bangsa dan ciri khasnya
0 Response to "Suku Lowa dari Nusa Tenggara Timur ( Artikel Lengkap )"