Tari Likok Pulo Aceh, media pengembangan dakwah Islam dimasa era kesultanan Aceh
Tari Likok Pulo
adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari Aceh, Indonesia.
Tarian ini pada awalnya digunakan sebagai media pengembangan dakwah
Islam dimasa era kesultanan Aceh. Tari yang dilakukan oleh sekelompok
pria ini diciptakan oleh Ulama pendatang dari Arab yang menetap di desa
Ulee Paya.
Pada kesempatan ini, TradisiKita akan membahas tari Likok Pulo dari Aceh, sebagai salah satu referensi dari beberapa tari tradisional Aceh.
Tari Likok Pulo merupakan tarian tradisional yang berasal dari Aceh, Indonesia. Tarian ini dimainkan dengan cara duduk berlutut dan dimainkan oleh penari laki-laki berjumlah ganjil. Seorang laki-laki yang duduk ditengah barisan penari disebut Syekh dan penari lainnya yang duduk disebelah kanan dan kirinya disebut Apit atau Pengapit. Tarian ini biasa menggunakan bagian badan, kepala, tangan dan juga pinggul. Tangan berselang-seling ke kanan dan ke kiri, ke muka dan ke belakang, terkadang juga keatas secara serentak.
Biasanya tarian ini dimainkan di atas pasir di tepi pantai dengan hanya membentangkan sehelai tikar
Pada kesempatan ini, TradisiKita akan membahas tari Likok Pulo dari Aceh, sebagai salah satu referensi dari beberapa tari tradisional Aceh.
1. Apakah Tari Likok Pulo Itu?
Tari Likok Pulo merupakan tarian tradisional yang berasal dari Aceh, Indonesia. Tarian ini dimainkan dengan cara duduk berlutut dan dimainkan oleh penari laki-laki berjumlah ganjil. Seorang laki-laki yang duduk ditengah barisan penari disebut Syekh dan penari lainnya yang duduk disebelah kanan dan kirinya disebut Apit atau Pengapit. Tarian ini biasa menggunakan bagian badan, kepala, tangan dan juga pinggul. Tangan berselang-seling ke kanan dan ke kiri, ke muka dan ke belakang, terkadang juga keatas secara serentak.
Biasanya tarian ini dimainkan di atas pasir di tepi pantai dengan hanya membentangkan sehelai tikar
2. Sejarah dan Asal Usul Tari Likok Pulo
Secara bahasa tari Likok Pulo berasal dari dua kata yakni ‘Likok’ yang bermakna ‘gerak tari’ dan ‘Pulo’ yang berarti ‘pulau’.
Pulau yang dimaksudkan dalam istilah ini adalah sebuah pulau kecil yang
terdapat di ujung pelosok utara pulau Sumatra yang kerap disebut
sebagai Pulau Beras (Breuh), tepatnya di Kampung Ulee Paya, Kecamatan
Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Pulau Beras Selatan tersebut terletak
kita-kira 30 mil dari pelabuhan Ulee Lheue.
Tari
Likok Pulo diciptakan oleh seorang ulama tua yang berasal dari Arab
menetap di Ulee Paya, ulama tersebut hanyut dari laut dan terdampar ke
Pulau Beras Selatan. Pada saat itu beliau mulai menyebarkan Agama Islam
di Pulau Beras Selatan. Untuk sarana pengembangan Agama Islam di sana,
maka diciptakanlah sebuah kesenian sebagai wadah pertemuan. Karena
kesenian ini belum memiliki nama khusus, maka setelah diperhatikan
permainannya yang penuh dengan Likok-Likok (Gerak Tari) maka disebutlah
permainan (tari) ini dengan Likok, karena berasal dari Pulo Aceh maka
nama lengkap dari tari itu ialah Likok Pulo Aceh, artinya Likok yang
berasal dari Pulo Aceh.
Menurut
beberapa sumber, tarian Likok Pulo Aceh ini diciptakan sekitar tahun
1849, biasanya digelar sesudah menanam padi atau masa menjelang panen
tiba.
3. Fungsi dan Makna Tari Likok Pulo
Selain sebagai sarana hiburan dan perlombaan, tarian ini memiliki beberapa fungsi tertentu bagi para penarinya, antara lain:
- Untuk alat olah tubuh (senam irama)
- Untuk mengasah keterampilan, karena tarian ini membutuhkan konsentrasi yang matang
- Menunjukkan sifat kegotongroyongan
- Memperkuat ketangkasan dan kesabaran.
4. Pertunjukan Tari Likok Pulo Aceh
Tarian
ini dimainkan dengan cara duduk berlutut dan dimainkan oleh penari
laki-laki berjumlah ganjil. Seorang laki-laki yang duduk ditengah
barisan penari disebut Syekh dan penari lainnya yang duduk disebelah
kanan dan kirinya disebut Apit atau Pengapit. Tarian ini biasa
menggunakan bagian badan, kepala, tangan dan juga pinggul. Tangan
berselang-seling ke kanan dan ke kiri, ke muka dan ke belakang,
terkadang juga keatas secara serentak.
Gerakan
tari likok pulo ini pada prinsipnya ialah gerakan olah tubuh,
keterampilan, keseragaman atau kesetaraan dengan memfungsikan tangan
sama-sama ke depan, ke samping kiri atau kanan, ke atas, dan melingkar
dari depan ke belakang, dengan tempo mula lambat hingga cepat.
Tarian
ini digolongkan ke dalam tari hiburan yang lazim dimainkan pada malam
hari setelah selesai panen atau pada perayaan-perayaan lainnya. Tarian
ini juga sering diperlombakan antara satu grup dengan grup lainnya dari
kampung yang satu dengan kampung lainnya. Waktu perlombaannya biasanya
mulai jam 21.00 sampai pagi.
5. Musik Pengiring Tari Likok Pulo Aceh
Tarian
yang menampilkan gerak-gerak (likok) yang atraktif dan enerjik ini
biasanya ditampilkan dengan dua orang penabuh rapa'i berada di belakang
atau sisi kiri dan kanan pemain. Rapai merupakan salah satu alat musik tradisional Aceh,
yaitu alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul. Terbuat dari kayu
yang dibentuk bulat dengan lubang ditengahnya, salah satu lubang
ditutup dengan kulit binatang.
6. Kostum dan Properti Penari Likok Pulo
Para penari rapai ini biasanya menggunakan pakaian khas Aceh berupa kemeja, celana panjang dengan balutan sarung (songket aceh) melingkar dipinggang para penari.
Pada
tarian ini dapat pula dilengkapi dengan properti berupa boh likok atau
bambu, akan menjadikan tarian tradisional aceh ini lebih atraktif dan
unik.
7. Video Tari Likok Pulo
Sobat tradisi, untuk lebih mengenal tari likok pulo ini, mari kita simak sebuah video tari likok pulo
Demikian Sobat tradisi, informasi tentang Tari Likok Pulo Aceh, media pengembangan dakwah Islam dimasa era kesultanan Aceh.
Referensi :
Demikian Sobat tradisi, informasi tentang Tari Likok Pulo Aceh, media pengembangan dakwah Islam dimasa era kesultanan Aceh.
Referensi :
- http://catatanbudayaindo.blogspot.co.id/2013/11/tari-liko-pulo-aceh.html
- http://aceh.net/news/detail/sejarah-dan-makna-tarian-likok-pulo-aceh
- https://www.youtube.com/watch?v=OY0oRmRsM5k
0 Response to "Tari Likok Pulo Aceh, media pengembangan dakwah Islam dimasa era kesultanan Aceh"