Tari Ronggeng Gunung, Seni Karuhun Pangandaran dan Ciamis
Tari Ronggeng Gunung, Seni Karuhun Pangandaran dan Ciamis | TradisiKita
- Mendengar kata ronggeng, mungkin sebagian masyarakat Indonesia sudah
bisa menggambarkannya yaitu sekumpulan penari wanita yang menari
diiringi tetabuhan khas Jawa Barat. Kesenian ini memang sangat populer
di sekitar Provinsi Jawa Barat, namun di beberapa Kabupaten memiliki
beberapa nama yang berbeda. Barangkali Sobat Tradisi juga pernah
mendengar istilah ronggeng topeng, ketuk tilu, banjet atau Ronggeng
Gunung?
Ronggeng Gunung adalah sebuah tarian yang berasal dari Kabupaten Ciamis dan Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Ada sebuah legenda yang menceritakan mengenai asal usul Kesenian ronggeng gunung ini yang lahir dari rasa ingin balas dendam dari seorang putri dari keraton Galu Pakuan Pajajaran bernama Dewi Siti Semboja.Disisi lainnya dalam mitologi Sunda, Dewi Samboja atau Dewi Rengganis hampir sama dengan Nyai Pohaci Sanghyang Asri yang selalu dikaitkan dengan kegiatan bertani dan kesubura.
Untuk mengenal tari ronggeng gunung sebagai warisan kebudayaan masyarakat Indonesia, dibawah ini kami akan sajikan artikel tentang asal usul tari ronggeng gunung yang kami rangkum dari beberapa media online.
Salah satu budayawan asal Cijulang - Pangandaran, melalui cakrawalamedia.co.id mengungkapkan bahwa Tari Ronggeng Gunung yang ada saat ini ternyata tertuang dalam sebuah kitab yang bernama Kitab Damar Wulan atau Kitab Aji Saka.
Hal ini diperkuat dengan bukti-bukti tersimpannya seperangkat perlengkapan kuno Tari Ronggeng Gunung di Keramat Jambu Handap. Kuncen Kramat Jambu Handap bernama Ceceng juga menjelaskan bahwa waktu itu kesenian Ronggeng Gunung dipimpin oleh Ki Raksa Dipa yang sekaligus menjadi pemain kendang pada tahun 1200 masehi. " Kesenian Ronggeng Gunung tertuang dalam babad Jambu Handap yang dituangkan dalam sebuah kitab yang ditulis menggunakan tulisan sunda begon oleh 3 tokoh diantaranya Sabda Jaya atau Eyang Gendeng Mataram, Embah Sangupati dan Embah Sutapati"
Perlengkapan atau alat-alat Ronggeng Gunung yang tersimpan di Kramat Jambu Handap berupa goong beunde 1 unit, bonang ketuk 3 peclon. Selain alat musik tradisional Jawa Barat tersebut, terdapat pula perlengkapan berupa baju atau pakaian adat yang digunakan untuk menari oleh Nyi Mas Bageum berupa dodot samping, ikeut sarung, karembong, kabaya dan sampur.
Adapun cerita rakyat yang menceritakan asal mula tari ronggeng gunung dapat Sobat baca pada artikel bertopik legenda dan cerita rakyat dengan judul Dewi Siti Semboja (Asal Musa Ronggeng Gunung)
Baru ditahun 1950 kesenian ronggeng gunung ini kembali dihidupkan dengan beberapa pembaruan, baik itu dalam tarian ataupun dalam pengorganisasian sehingga kemungkinan timbulnya hal-hal negatif tersebut dapat dihindarkan.
Desa-desa di Ciamis selatan yang mempunyai kesenian ronggeng gunung adalah di desa Panyutran, Ciparakan, Burujul dan kemudian menyebar ke arah selatan, yakni di Kawedanaan Pangandaran sampai ke Kecamatan Cijulang. Didalam beberapa generasi ronggeng gunung ini mampu mempertahankan ciri-ciri khas yang dimiliki.
Namun demikian ditemukan juga tarian dalam bentuk yang hampir sama yang ada di daerah lain seperti dombret di Subang, banjet di Krawang. Perbedaan masih tetap nyata. Jika banjet dan dombret telah banyak menggunakan lagu-lagu populer, namun ronggeng gunung ini tetap mempergunakan lagu-lagu yang bersifat buhun atau lama. Dombret dan banjet telah banyak dipengaruhi oleh budaya dari luar Sunda, seperti Bugis Makasar, Lampung, Jawa, dan juga Madura melalui pergaulan diantara para nelayan.
Seperti halnya pada tarian lain sejenisnya, ronggeng gunung ini juga merupakan tari hiburan dan pakaian yang dikenakan juga sesuai dengan tradisi setempat. Segi lain yang menarik dalam pertunjukan ini adalah disaat pertunjukan berlangsung, yakni dengan sering tampilnya para penonton dalam menemani penari ronggeng menari. Seringkah tingkah penari penonton ini membuat geli orang-orang yang menyaksikan, sehingga membuat suasana berubah menjadi riuh dan bergembira. Suasana yang ditampilkan ini menunjukkan ciri khas dari kesenian rakyat, yaitu akrab dimana penari dan para penonton berbaur tanpa batas yang jelas.
Dimasa pemberontakan DI/TII berkecamuk di Jawa Barat, kesenian ronggeng gunung ini hampir-hampir lenyap dikarenakan sering terjadinya gangguan terhadap pertunjukan yang sedang berlangsung. Setelah kemudian gerombolan DI/TII ditumpas, pertunjukan ronggeng gunung ini pun muncul kembali.
Fungsi dari tari ronggeng berfungsi sebagai tari hiburan masyarakat di Jawa Barat, khususnya daerah Ciamis dan Pangandaran sebagai tempat asal usul terlahirnya kesenian rakyat ini. Tari ronggeng gunung biasanya digelar di halaman rumah pada saat ada acara perkawinan, khitanan atau bahkan di huma (ladang), misalnya ketika dibutuhkan untuk upacara membajak atau menanam padi ladang. Durasi sebuah pementasan Ronggeng Gunung biasanya memakan waktu cukup lama, kadang-kadang baru selesai menjelang subuh.
Dalam perkembangannya tari ronggeng gunung dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu sebagai tari hiburan dan tari ronggeng gunung untuk acara adat. Pada acara Ronggeng Gunung sebagai tarian hiburan biasanya lebih fleksibel tanpa adanya pakem tertentu. Sebaliknya untuk acara adat, tari ronggeng gunung ini dikenai pakem-pakem tertentu seperti urutan lagu yang dibawakan.
Tari Ronggeng Gunung ini dibawakan oleh grup / kelompok kesenian ronggeng. Orang-orang yang tergabung dalam kelompok kesenian Ronggeng Gunung biasanya terdiri dari enam sampai sepuluh orang. Namun demikian, dapat pula terjadi tukar-menukar atau meminjam pemain dari kelompok lain. Biasanya peminjaman pemain terjadi untuk memperoleh pesinden lalugu, yaitu perempuan yang sudah berumur agak lanjut, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat mengagumkan dalam hal tarik suara. Dia bertugas membawakan lagu-lagu tertentu yang tidak dapat dibawakan oleh pesinden biasa. Sedangkan, peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Ronggeng Gunung adalah tiga buah ketuk, gong dan kendang.
Sebagai catatan, untuk menjadi seorang ronggeng pada zaman dahulu memang tidak semudah sekarang. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain bentuk badan bagus, dapat melakukan puasa 40 hari yang setiap berbuka puasa hanya diperkenankan makan pisang raja dua buah, latihan nafas untuk memperbaiki suara, fisik dan juga rohani yang dibimbing oleh ahlinya. Dan, yang umum berlaku, seorang ronggeng harus tidak terikat perkawinan. Oleh karena itu, seorang penari ronggeng harus seorang gadis atau janda.
Ronggeng Gunung dibawakan oleh 5 orang penari wanita dengan 1 penari utama. Dalam pertunjukannya tarian ini dibawakan berbaur antara penari ronggeng dan penonton, tanpa adanya batasan yang jelas.
Para penari wanita dalam tarian Ronggeng Gunung ini mengenakan busana khas Jawa Barat untuk menari. Busana wanita tersebut terdiri dari dodot samping, ikeut sarung, karembong, kabaya dan sampur.
Para penari ronggeng gunung juga masing-masing membawa sebuah selendang sebagai properti dalam menari.
Adapun musik pengiring tari ronggeng gunung ini terdiri dari beberapa alat musik Jawa Barat yaitu gong, kendang dan bonang.
Demikian Sobat Tradisi, informasi mengenai tari Ronggeng Gunung, Seni Karuhun Pangandaran dan Ciamis. Semoga bermanfaat.
Referensi :
Ronggeng Gunung adalah sebuah tarian yang berasal dari Kabupaten Ciamis dan Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Ada sebuah legenda yang menceritakan mengenai asal usul Kesenian ronggeng gunung ini yang lahir dari rasa ingin balas dendam dari seorang putri dari keraton Galu Pakuan Pajajaran bernama Dewi Siti Semboja.Disisi lainnya dalam mitologi Sunda, Dewi Samboja atau Dewi Rengganis hampir sama dengan Nyai Pohaci Sanghyang Asri yang selalu dikaitkan dengan kegiatan bertani dan kesubura.
Tari Ronggeng Gunung dari Jawa Barat
Untuk mengenal tari ronggeng gunung sebagai warisan kebudayaan masyarakat Indonesia, dibawah ini kami akan sajikan artikel tentang asal usul tari ronggeng gunung yang kami rangkum dari beberapa media online.
1. Asal Usul Tari Ronggeng Gunung
Salah satu budayawan asal Cijulang - Pangandaran, melalui cakrawalamedia.co.id mengungkapkan bahwa Tari Ronggeng Gunung yang ada saat ini ternyata tertuang dalam sebuah kitab yang bernama Kitab Damar Wulan atau Kitab Aji Saka.
Hal ini diperkuat dengan bukti-bukti tersimpannya seperangkat perlengkapan kuno Tari Ronggeng Gunung di Keramat Jambu Handap. Kuncen Kramat Jambu Handap bernama Ceceng juga menjelaskan bahwa waktu itu kesenian Ronggeng Gunung dipimpin oleh Ki Raksa Dipa yang sekaligus menjadi pemain kendang pada tahun 1200 masehi. " Kesenian Ronggeng Gunung tertuang dalam babad Jambu Handap yang dituangkan dalam sebuah kitab yang ditulis menggunakan tulisan sunda begon oleh 3 tokoh diantaranya Sabda Jaya atau Eyang Gendeng Mataram, Embah Sangupati dan Embah Sutapati"
Perlengkapan atau alat-alat Ronggeng Gunung yang tersimpan di Kramat Jambu Handap berupa goong beunde 1 unit, bonang ketuk 3 peclon. Selain alat musik tradisional Jawa Barat tersebut, terdapat pula perlengkapan berupa baju atau pakaian adat yang digunakan untuk menari oleh Nyi Mas Bageum berupa dodot samping, ikeut sarung, karembong, kabaya dan sampur.
Adapun cerita rakyat yang menceritakan asal mula tari ronggeng gunung dapat Sobat baca pada artikel bertopik legenda dan cerita rakyat dengan judul Dewi Siti Semboja (Asal Musa Ronggeng Gunung)
2. Perkembangan Tari Ronggeng Gunung
Tari Ronggeng Gunung ini terus menjadi terkenal dan menyebar luas ke beberapa wilayah di seputar Kabupaten Pangandaran dan Cimais, Provinsi Jawa Barat. Pada saat memasuki periode tahun 1940-1945, banyak terjadi pergeseran nilai-nilai budaya dari sebelumnya. Pergeseran nilai ini meresap juga ke dalam kesenian ronggeng gunung, misalnya di dalam cara menghormat yang semula dengan cara merapatkan tangan di bagian dada berganti dengan cara bersalaman. Bahkan akhirnya cara bersalaman ini telah banyak disalah gunakan, dimana para penari laki-laki atau orang-orang tertentu bukan hanya bersalaman, melainkan akan bertindak lebih jauh seperti mencium dan lain sebagainya. Terkadang para penari dapat dibawa ke tempat yang sepi. Karena tidak sesuai dengan adat-istiadat, maka ditahun 1948 kesenian ronggeng gunung ini dilarang dipertunjukkan untuk umum.Baru ditahun 1950 kesenian ronggeng gunung ini kembali dihidupkan dengan beberapa pembaruan, baik itu dalam tarian ataupun dalam pengorganisasian sehingga kemungkinan timbulnya hal-hal negatif tersebut dapat dihindarkan.
Desa-desa di Ciamis selatan yang mempunyai kesenian ronggeng gunung adalah di desa Panyutran, Ciparakan, Burujul dan kemudian menyebar ke arah selatan, yakni di Kawedanaan Pangandaran sampai ke Kecamatan Cijulang. Didalam beberapa generasi ronggeng gunung ini mampu mempertahankan ciri-ciri khas yang dimiliki.
Namun demikian ditemukan juga tarian dalam bentuk yang hampir sama yang ada di daerah lain seperti dombret di Subang, banjet di Krawang. Perbedaan masih tetap nyata. Jika banjet dan dombret telah banyak menggunakan lagu-lagu populer, namun ronggeng gunung ini tetap mempergunakan lagu-lagu yang bersifat buhun atau lama. Dombret dan banjet telah banyak dipengaruhi oleh budaya dari luar Sunda, seperti Bugis Makasar, Lampung, Jawa, dan juga Madura melalui pergaulan diantara para nelayan.
Seperti halnya pada tarian lain sejenisnya, ronggeng gunung ini juga merupakan tari hiburan dan pakaian yang dikenakan juga sesuai dengan tradisi setempat. Segi lain yang menarik dalam pertunjukan ini adalah disaat pertunjukan berlangsung, yakni dengan sering tampilnya para penonton dalam menemani penari ronggeng menari. Seringkah tingkah penari penonton ini membuat geli orang-orang yang menyaksikan, sehingga membuat suasana berubah menjadi riuh dan bergembira. Suasana yang ditampilkan ini menunjukkan ciri khas dari kesenian rakyat, yaitu akrab dimana penari dan para penonton berbaur tanpa batas yang jelas.
Dimasa pemberontakan DI/TII berkecamuk di Jawa Barat, kesenian ronggeng gunung ini hampir-hampir lenyap dikarenakan sering terjadinya gangguan terhadap pertunjukan yang sedang berlangsung. Setelah kemudian gerombolan DI/TII ditumpas, pertunjukan ronggeng gunung ini pun muncul kembali.
3. Fungsi dan Makna Tari Ronggeng Gunung
Fungsi dari tari ronggeng berfungsi sebagai tari hiburan masyarakat di Jawa Barat, khususnya daerah Ciamis dan Pangandaran sebagai tempat asal usul terlahirnya kesenian rakyat ini. Tari ronggeng gunung biasanya digelar di halaman rumah pada saat ada acara perkawinan, khitanan atau bahkan di huma (ladang), misalnya ketika dibutuhkan untuk upacara membajak atau menanam padi ladang. Durasi sebuah pementasan Ronggeng Gunung biasanya memakan waktu cukup lama, kadang-kadang baru selesai menjelang subuh.
Dalam perkembangannya tari ronggeng gunung dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu sebagai tari hiburan dan tari ronggeng gunung untuk acara adat. Pada acara Ronggeng Gunung sebagai tarian hiburan biasanya lebih fleksibel tanpa adanya pakem tertentu. Sebaliknya untuk acara adat, tari ronggeng gunung ini dikenai pakem-pakem tertentu seperti urutan lagu yang dibawakan.
4. Pertunjukan Tari Ronggeng Gunung
Tari Ronggeng Gunung ini dibawakan oleh grup / kelompok kesenian ronggeng. Orang-orang yang tergabung dalam kelompok kesenian Ronggeng Gunung biasanya terdiri dari enam sampai sepuluh orang. Namun demikian, dapat pula terjadi tukar-menukar atau meminjam pemain dari kelompok lain. Biasanya peminjaman pemain terjadi untuk memperoleh pesinden lalugu, yaitu perempuan yang sudah berumur agak lanjut, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat mengagumkan dalam hal tarik suara. Dia bertugas membawakan lagu-lagu tertentu yang tidak dapat dibawakan oleh pesinden biasa. Sedangkan, peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Ronggeng Gunung adalah tiga buah ketuk, gong dan kendang.
Sebagai catatan, untuk menjadi seorang ronggeng pada zaman dahulu memang tidak semudah sekarang. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain bentuk badan bagus, dapat melakukan puasa 40 hari yang setiap berbuka puasa hanya diperkenankan makan pisang raja dua buah, latihan nafas untuk memperbaiki suara, fisik dan juga rohani yang dibimbing oleh ahlinya. Dan, yang umum berlaku, seorang ronggeng harus tidak terikat perkawinan. Oleh karena itu, seorang penari ronggeng harus seorang gadis atau janda.
Ronggeng Gunung dibawakan oleh 5 orang penari wanita dengan 1 penari utama. Dalam pertunjukannya tarian ini dibawakan berbaur antara penari ronggeng dan penonton, tanpa adanya batasan yang jelas.
5. Kostum Penari Ronggeng Gunung
Para penari wanita dalam tarian Ronggeng Gunung ini mengenakan busana khas Jawa Barat untuk menari. Busana wanita tersebut terdiri dari dodot samping, ikeut sarung, karembong, kabaya dan sampur.
Para penari ronggeng gunung juga masing-masing membawa sebuah selendang sebagai properti dalam menari.
6. Musik Pengiring Tari Ronggeng Gunung
Adapun musik pengiring tari ronggeng gunung ini terdiri dari beberapa alat musik Jawa Barat yaitu gong, kendang dan bonang.
Demikian Sobat Tradisi, informasi mengenai tari Ronggeng Gunung, Seni Karuhun Pangandaran dan Ciamis. Semoga bermanfaat.
Referensi :
- https://www.cakrawalamedia.co.id/tari-ronggeng-gunung-jadi-rebutan-kabupaten-pangandaran-dan-ciamis/
- http://www.kamerabudaya.com/2016/11/tari-ronggeng-gunung-tarian-tradisional-dari-ciamis.html
- http://uun-halimah.blogspot.co.id/2008/03/ronggeng-gunung-ciamis-jawa-barat.html
0 Response to "Tari Ronggeng Gunung, Seni Karuhun Pangandaran dan Ciamis"