Tradisi Ojung (Ojhung) dari Sumenep Madura
TRADISI OJUNG / OJHUNG
Sumenep merupakan kabupaten paling timur di pulau Madura dan terkenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata di propinsi Jawa Timur. Salah satu objek wisata yang ada di kabupaten Sumenep bera da di kecamatan Batuputih (Batopote). Dari sisi geografis, kecamatan Batuputih terletak di dataran tinggi. Dari pusat kota Sumenep berjarak ±20 km ke arah utara, Dilihat dari kondisi struktur tanah dan bentang alamnya yang berupa pegunungan, pastinya hal yang tampak adalah kekeringan atau kekurangan air serta tanah tadah hujan, Meskipun kenyataan ini menjadi suatu yang tak bisa dihapuskan dari perjalanan masyarakat Batuputih menempuh kehidupan Tradisi OjhungOJHUNG adalah sebuah pertunjukan tradisional masyarakat Madura, khususnya daerah Sumenep dan sekitarnya. Tradisi ojhung ini selalu dilakukan setiap musim kemarau panjang tiba. Awal mula tujuan dilakukan tradisi Ojhung ini adalah untuk mendatangkan hujan. Namun karena tradisi ini terancam punah, maka beberapa pihak pelaku pariwisata di Madura, berusaha menumbuhkan lagi tradisi Ojhung ini. Saat ini kesenian Ojhung mulai menyebar ke beberapa pelosok di Provinsi Jawa Timur.
Peralatan
yang digunakan dalam tradisi permainan Ojhung sekaligus berfungsi
sebagai senjata adalah tongkat rotan yang digunakan sebagai alat pukul.
Alat tersebut oleh masyarakat setempat disebut lapalo atau kol-pokol
. Selain itu, pemain menggunakan pelindung kepala (bhungkus atau bhuko)
dan pembalut lengan kiri (bulen atau tangkes). Permainan diatur oleh
seorang wasit yang oleh masyarakat setempat disebut bhubhuto. Dalam pelaksanaannya, pertunjukan tersebut diiringi oleh orkes okol yang peralatan musiknya terdiri atas alat musik tradisional Jawa Timur berupa ghambang dan dhuk-dhuk.
Seni
pertunjukan Ojhung ini sama dengan seni bertarung lainnya yang
melibatkan 2 orang petarung dengan seorang wasit. Tujuan utama para
pemain Ojhung adalah berupaya memukul punggung lawan. Wasit akan
menyatakan salah satu pemenang setelah berhasil melukai punggung lawan
atau menjatuhkan lapalo lawan. Pada pertandingan tertentu, wasit berhak
menghentikan pertandingan yang menurutnya berat sebelah. Meskipun hal
itu kadang dilakukan saat kedua pemain masih saling menyerang. Tidak
heran, jika wasit juga mengalami luka-luka saat menengahi pertandingan
dan tidak heran juga jika sebagian pendukung merasa kecewa dengan
keputusan wasit. Walaupun begitu, tidak ada pemenang maupun pihak yang
kalah dalam tradisi ini. Semua pulang sebagai saudara, tidak boleh ada
yang menyimpan dendam.
Karena
pertarungan Ojhung ini bukan hal main-main, maka peserta Ojhung
merupakan orang dewasa yang memiliki kekuatan fisik, bertubuh kebal dan
tentu saja memiliki keberanian untuk bertarung.
Tradisi
ojhung ini digelar setiap tahun untuk keselamatan desa. Masyarakat
Sumenep mempercayai jika ritual ojhung tidak dilaksanakan biasanya
seringkali ada perang saudara (atokar sataretanan) dan musibah-musibah
yang lain. Selain sebagai penolak baya, pagelaran Ojhung tersebut juga
sebagai bentuk rasa syukur atas sumber air titisan K Moh Syakim yang
terletak di Batuputih dimana telah berpuluh tahun masih tetap mengalir
deras tak mengenal musim.
Demikian Sobat Tradisi, Sekilas mengenai tradisi Ojung (Ojhung) di Sumenep Madura - Jawa Timur. Semoga menambah wawasan nusantara Sobat Tradisi.
0 Response to "Tradisi Ojung (Ojhung) dari Sumenep Madura"