Tempat Bersejarah di Indonesia Candi Lumbung
Candi Lumbung terletak di Dusun Tlatar, Desa Krogowanan, Kecamatan
Sawangan, Kabupaten Magelang. Candi ini berada tepat di tepi Kali Apu,
yang mengalir dari Gunung Merapi di lereng sisi barat. Tempat ini dapat
dicapai dari jalan raya Yogyakarta-Magelang di pertigaan Blabak (sekitar
pabrik kertas) ke arah Ketep. Candi ini terletak berdekatan dengan dua
candi lain, yaitu Candi Pendem dan Candi Asu. Ketiga candi sering
disebut dengan Candi-candi Sengi.
Tidak jelas apakah nama Lumbung memang merupakan nama candi ini atau nama itu hanya merupakan sebutan masyarakat di sekitarnya karena bentuknya yang mirip lumbung (bangunan tempat penyimpanan padi). Bangunan suci Buddha ini merupakan gugus candi yang terdiri atas 17 bangunan, yaitu satu candi utama yang terletak di pusat, dikelilingi oleh 16 candi perwara. Halaman komples Candi Lumbung ini ditutup hamparan batu andesit.
Tidak jelas apakah nama Lumbung memang merupakan nama candi ini atau nama itu hanya merupakan sebutan masyarakat di sekitarnya karena bentuknya yang mirip lumbung (bangunan tempat penyimpanan padi). Bangunan suci Buddha ini merupakan gugus candi yang terdiri atas 17 bangunan, yaitu satu candi utama yang terletak di pusat, dikelilingi oleh 16 candi perwara. Halaman komples Candi Lumbung ini ditutup hamparan batu andesit.
Candi
utama, yang sendiri saat ini sudah tinggal reruntuhan, berbentuk
poligon bersisi 20 dengan denah dasar seluas 350 m2. Tubuh candi berdiri
di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tangga dan pintu masuk terletak
di sisi timur. Pintu masuk dilengkapi bilik penampil dan lorong menuju
ruang dalam tubuh candi. Bagian luar dinding di keempat sisi dihiasi
pahatan-pahatan gambar lelaki dan perempuan dalam ukuran yang hampir
sama dengan kenyataan. Gambar pada dinding yang mengapit pintu masuk
adalah Kuwera dan Hariti.
Pada
dinding luar di sisi utara, barat dan selatan terdapat relung tempat
meletakkan arca Dhyani Buddha. Jumlah relung pada masing-masing sisi
adalah 3 buah, sehingga jumlah keseluruhan adalah 9 buah, Saat ini tak
satupun relung yang berisi arca. Atap candi utama sudah hancur, namun
diperkirakan berbentuk stupa dengan ujung runcing, mirip atap candi
perwara. Di sekeliling halaman candi utama terdapat pagar yang saat ini
tinggal reruntuhan.
Candi
perwara yang berjumlah 16 buah berbaris mengelilingi candi utama.
Seluruh candi perwara menghadap ke arah candi utama. Masing-masing candi
perwara berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar
sekitar 3 m2. Dinding tubuh candi polos tanpa hiasan. Di sisi timur,
tepat di depan pintu, terdapat tangga yang dilengkapi dengan pipi
tangga. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah.
Atap
candi perwara berbentuk kubus bersusun dengan puncak stupa. Setiap
sudut kubus dihiasi dengan stupa kecil. Di ruang dalam tubuh candi
perwara terdapat batu mirip tatakan arca yang disusun berjajar.
Fungsi dari dibangunnya tempat ini adalah sebagai bagian dari
kerajaan dan sebagai pusat aktivitas ritual keagamaan paling utama. Saat
masuk ke dalamnya, Anda akan disambut oleh dua patung arca penjaga,
bentuknya besar dan menyeramkan, membawa senjata seperti pentungan.
Bangunan lain di sekitarnya adalah Bubrah yang berarti
rusak. Bubrah dalam bahasa jawa berarti rusak, karena saat pertama kali
ditemukan, kondisinya sudah rusak. Walaupun kondisinya sudah rusak,
tampaknya juga tidak dilakukan pemugaran dengan sempurna, karena sisa
reruntuhan hanya tinggal sebuah bangunan dengan tinggi dua meter.
Ketiganya
adalah warisan bersejarah dari kerajaan Buddha dengan lokasi di
lingkungan candi Hindu, ini menggambarkan keadaan saat itu di mana agama
hindu dan buddha hidup berdampingan dalam kedamaian.
Kembali lagi ke candi lumbung Magelang, atau lumbung Sengi.
Bila pada penjelasan sebelumnya terdapat tiga candi Buddha di area
Prambanan, kali ini tiga buah candi saling berdekatan di daerah
Magelang, dan disebut candi Sengi. Ketiganya yaitu Candi Asu, pendem,
dan Lumbung.
Sebenarnya dua di antaranya, yaitu candi asu dan candi
pendem termasuk dalam wilayah Kelurahan Sengi. Sedangkan untuk lumbung
berada di Dusun Tlatar, Kelurahan Krogowanan.
Namun ketiganya berada dalam satu daerah Magelang dan
termasuk dalam jalur Solo Selo Borobudur. Dapat dicapai melalui jalan
raya Yogyakarta-Magelang melewati pertigaan Blabak menuju Ketep.
Sejarah Berdirinya Candi Lumbung Magelang
Asal usul atau history tentang berdirinya bangunan Lumbung
di Sengi ini masih kurang banyak penjelasannya. Mengenai artikel,
makalah, maupun tulisan di wikipedia tentang sejarahnya hanya
menjelaskan mengenai kondisi fisiknya, perkiraan waktu pembangunannya
kebanyakan para ahli melihatnya dari penemuan prasasti di sekitarnya dan
gambar relief pada dindingnya .
Bangunan
purbakala ini memiliki bagian utama dan saat ini hanya berupa
reruntuhan dengan bentuk poligon, serta terdapat dua puluh sisi. Luas
bangunannya adalah 350 meter persegi, berdiri di atas batu setinggi 2.5
meter.
Di sisi timur terdapat tangga dan pintu masuk dilengkapi
bilik penampil serta lorong untuk menuju ruangan di dalamnya. Di bagian
atas pintu masuk terdapat Kalamakara, namun tanpa rahang bawah.
Apa
yang dimaksud dengan kalamakara? Dalam cerita hindu buddha, kalamakara
sebelumnya adalah dewa tampan, namun karena melakukan suatu kesalahan,
Kala dihukum dan dikutuk oleh Sang Hyang Widhi.
Dia berubah menjadi raksasa menyeramkan dan memakan setiap
hewan yang ditemuinya. Hingga akhirnya dia memakan tubuhnya sendiri,
hingga tersisa kepalanya.
Kala menjadi hiasan candi yang umum ditemui di daerah Jawa.
Tepatnya di bagian atas pintu masuk tangganya. Bentuknya adalah mulut
raksasa terbuka tanpa rahang bawah, di bagian atas, sedangkan makara
berbentuk kepala naga dan berada di sebelah kanan kiri tangga pintu
masuk. Kala melambangkan waktu, hitam dan maut. Makara melambangkan
keselamatan.
Pada dinding luar di keempat sisinya terdapat pahatan gambar atau
relief gambar perempuan dan pria dengan ukuran yang sesungguhnya,
namanya adalah Kuwera dan Hariti. Gambar ini berada pada dinding pintu
masuk.
Sedangkan untuk dinding sisi utara, barat, terdapat tempat untuk
meletakkan arca Dhyani Buddha dan berada di setiap relung di tiap
ruangan.
Seharusnya terdapat sembilan arca, karena di setiap sisi
terdapat tiga buah relung, saat ini tak satupun relung yang memiliki
arca. Bahkan atap utama pun sudah hancur, para ahli memperkirakan bahwa
bentuk atapnya menyerupai candi perwara di sekitarnya, di mana berbentuk
stupa dengan ujung runcing.
Pada bagian atapnya perwara bentuknya kubus bersusun dengan
puncak stupa. Di setiap sudutnya terdapat hiasan stupa-stupa kecil.
Dalam setiap ruangannya terdapat tempat untuk meletakkan arca secara
berjajar.
Warisan
kerajaan Hindu lainnya yang termasuk dalam kompleks sengi adalah candi
pendem dan candi asu yang letaknya saling berdekatan. Hanya berjarak
sekitar 150 meter.
Di sekitarnya pun terdapat penemuan prasasti yang
menjelaskan tentang berdirinya bangunan purbakala tersebut. Prasasti
yang ditemukan adalah Sri Manggala II, Kurambitan I, serta Kurambitan
II. Ketiga prasasti ini menjelaskan tentang Dharmma di Salingsingan.
Berdasarkan dari penemuan ketiga prasasti tersebut juga
dapat diperkirakan mengenai pendirian bangunan bersejarah di daerah
sengi tersebut. Berdiri sekitar tahun delapan hingga sembilan masehi.
Pendirinya saat itu adalah raja yang memerintah pada masanya, yaitu
Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.
Lokasi ketiganya berada pada ketinggian 650 meter di atas
permukaan laut. Terdapat sungai yang mengalir di sekitarnya berasal dari
puncak gunung Merapi, yaitu sungai Pabelan dan sungai Tringsing. Aliran
sungai ini menuju barat dan berakhir di dekat area Lumbung.
Ketiganya
berada di lereng gunung Merapi dan aliran sungai dari gunung Merapi
mengalir melewati area Lumbung juga, akibatnya saat terjadi erupsi
gunung Merapi beberapa tahun lalu, lokasinya dipindahkan sementara untuk
menghindari kerusakan yang lebih parah.
Ada yang salah? Punya kritik dan saran? Sampaikan di kolom komentar dibawah ini ya kakak
Beberapa
foto terkait candi Lumbung Sengi masih belum lengkap, selain itu juga
lokasinya cukup mengalami kesulitan untuk mencapainya. Selagi berlibur
di Jogja, sempatkanlah untuk mengunjungi Magelang, bumi tidar. Selamat
liburan dengan menyenangkan dan terlepas dari beban pikiran.
Peninggalan Sejarah Lainnya:
0 Response to "Tempat Bersejarah di Indonesia Candi Lumbung"