Budaya Nusantara Wayang Mahabrata
Kisah Mahabharata diawali dengan pertemuan Raja
Duswanta dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari
Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan
Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata. Sang Bharata menurunkan
Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama
Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari
keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan menyucikan
sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra. Sang Kuru menurunkan
Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah
Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Kurawa.
Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang
Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga yang
dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena
Sang Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi
Gangga sempat membuahkan 7 anak, akan tetapi semua ditenggelamkan ke
laut Gangga oleh Dewi Gangga dengan alasan semua sudah terkena kutukan.
Akan tetapi kemudian anak ke 8 bisa diselamatkan oleh Prabu Santanu yang
diberi nama Dewabrata. Kemudian Dewi Ganggapun pergi meninggalkan
Prabu Santanu. Nama Dewabrata diganti menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya,
yaitu sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta
ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya
berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu tirinya.
- Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Portugis
- Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Inggris
- Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Belanda
- Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Jepang
- Sejarah Perang Maluku (1817)
- Sejarah Perang Palembang (1821)
- Sejarah Perang Padri (1821 - 1837)
- Sejarah Perang Diponegoro (1825-1830)
- Sejarah Perang Bali (1846-1849)
- Sejarah Perang Banjar (1859 - 1905)
- Sejarah Perang Aceh (1873-1904)
- Era Kebangkitan Nasional Boedi Oetomo
- Era Kebangkitan Nasional Sumpah Pemoeda
Daftar Budaya Nusantara
Setelah ditinggal Dewi
Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian,
Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi
Satyawati, puteri nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang
Citrānggada dan Wicitrawirya. Demi kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi
ke Kerajaan Kasi dan memenangkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citrānggada wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya
sedangkan Amba mencintai Bisma namun Bisma menolak cintanya karena
terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup. Demi usaha
untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah
menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba
bereinkarnasi menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama Srikandi. Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna dalam pertempuran akbar di Kurukshetra.
Citrānggada wafat di usia muda dalam
suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu
Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat
memiliki keturunan. Satyawati mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika, untuk menemui Resi Byasa, sebab Sang Resi dipanggil untuk mengadakan suatu upacara bagi mereka agar memperoleh keturunan. Satyawati menyuruh Ambika agar menemui Resi Byasa
di ruang upacara. Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia melihat
wajah Sang Resi sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu
membuatnya menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara
berlangsung, maka anaknya terlahir buta. Anak tersebut adalah
Drestarastra. Kemudian Ambalika disuruh oleh Satyawati
untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia
akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya
jangan melahirkan putra yang buta (Drestarastra) seperti yang telah dilakukan Ambika. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan (Byasa) yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah para Pandawa,
terlahir pucat. Drestarastra dan Pandu mempunyai saudara tiri yang
bernama Widura. Widura merupakan anak dari Resi Byasa dengan seorang
dayang Satyawati yang bernama Datri. Pada saat upacara dilangsungkan dia
lari keluar kamar dan akhirnya terjatuh sehingga Widura pun lahir
dengan kondisi pincang kakinya.
Dikarenakan Drestarastra terlahir buta maka tahta Hastinapura diberikan kepada Pandu. Pandu menikahi Kunti kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madrim,
namun akibat kesalahan Pandu pada saat memanah seekor kijang yang
sedang kasmaran, maka kijang tersebut mengeluarkan kutukan bahwa Pandu
tidak akan merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya,
maka Pandu akan mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan
berubah menjadi wujud aslinya yaitu seorang pendeta. Kemudian karena
mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu lalu mengajak kedua
istrinya untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat diberikan
anak. Atas bantuan mantra Adityahredaya yang pernah diberikan oleh Resi
Byasa maka Dewi Kunti bisa memanggil para dewa untuk kemudian
mendapatkan putra. Pertama kali mencoba mantra tersebut datanglah Batara
Surya, tak lama kemudian Kunti mengandung dan melahirkan seorang anak
yang kemudian diberi nama Karna. Tetapi Karna kemudian dilarung kelaut
dan dirawat oleh Kurawa, sehingga nanti pada saat perang Bharatayudha,
Karna memihak kepada Kurawa. Kemudian atas permintaan Pandu, Kunti
mencoba mantra itu lagi, Batara Guru mengirimkan Batara Dharma untuk
membuahi Dewi Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu Yudistira,
setahun kemudian Batara Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti
sehingga lahirlah Bima, Batara Guru juga mengutus Batara Indra untuk
membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Arjuna dan yang terakhir Batara
Aswan dan Aswin dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan lahirlah
Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Dewi Gandari, dan memiliki sembilan puluh sembilan orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Kurawa.
Pandawa dan Kurawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Kurawa (khususnya Duryudana)
bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan
Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh
sepupu mereka. Ayah para Kurawa, yaitu Drestarastra, sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu Sengkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryudana, agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika, Duryudana mengundang Kunti dan para Pandawa
untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah
disediakan oleh Duryudana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun
para Pandawa bisa diselamatkan oleh Bima yang telah
diberitahu oleh Widura akan kelicikan Kurawa sehingga mereka tidak
terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri,
Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima bertemu dengan raksasa Hidimba dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu raseksi Hidimbi atau Arimbi. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca.
Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan Pancala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Drupadi. Adipati Karna
mengikuti sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Drupadi. Pandawa pun
turut serta menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti
kaum brahmana.
Pandawa ikut sayembara untuk
memenangkan lima macam sayembara, Yudistira untuk memenangkan sayembara
filsafat dan tatanegara, Arjuna untuk memenangkan sayembara senjata Panah, Bima memenangkan sayembara Gada dan Nakula - Sadewa untuk memenangkan sayembara senjata Pedang. Pandawa berhasil melakukannya dengan baik untuk memenangkan sayembara.
Drupadi harus menerima Pandawa sebagai suami-suaminya karena sesuai
janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara yang dibuatnya itu akan
jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya yaitu sebenarnya yang
diinginkan hanya seorang Satriya.
Setelah itu perkelahian
terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak
selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan
diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka
datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil
tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa
terkejutnya ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa
hasil meminta-minta, namun juga seorang wanita.
Agar tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Kurawa. Kurawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryudana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Drupadi. Hal tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira, Duryudana mengundang Yudistira untuk main dadu, ini atas ide dari Arya Sengkuni. Pada saat permainan dadu, Duryudana diwakili oleh Sengkuni
sebagai bandar dadu yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang.
Permulaan permainan taruhan senjata perang, taruhan pemainan terus
meningkat menjadi taruhan harta kerajaan, selanjutnya prajurit
dipertaruhkan, dan sampai pada puncak permainan Kerajaan menjadi
taruhan, Pandawa kalah habislah semua harta dan kerajaan Pandawa
termasuk saudara juga dipertaruhkan dan yang terakhir istrinya Drupadi
dijadikan taruhan. Akhirnya Yudistira kalah dan Drupadi diminta untuk
hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryudana. Duryudana
mengutus para pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi
menolak. Setelah gagal, Duryudana menyuruh Dursasana,
adiknya, untuk menjemput Drupadi. Drupadi yang menolak untuk datang,
diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya
ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul.
Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk
menanggalkan bajunya, namun Drupadi menolak. Dursasana yang berwatak
kasar, menarik kain yang dipakai Drupadi, namun kain tersebut
terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib
dari Sri Kresna yang melihat Dropadi dalam bahaya.
Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang
membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha.
Drupadi yang merasa malu dan tersinggung oleh sikap Dursasana bersumpah
tidak akan menggelung rambutnya sebelum dikramasi dengan darah
Dursasana. Bima pun bersumpah akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Drestarastra merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryudana yang merasa kecewa karena Drestarastra
telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya,
menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini,
siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun,
setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu
berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryudana. Namun Duryudana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi, Wirata, dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryudana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Kurawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Kurawa. Kurawa dibantu oleh Resi Dorna dan putranya Aswatama, kakak ipar para Kurawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kertawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sengkuni, Karna, dan masih banyak lagi.
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Durna, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan puteranya, Bhagadatta, Susharma, Sengkuni,
dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh
pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari
kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari
pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa dan Kertawarma. (Nanti diceritakan dalam kisah Bharatayudha)
Setelah perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Drupadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. (Diceritakan dalam kisah Pandawa Seda)
Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya.
Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera
bernama Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan
keturunannya kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura. (Diceritakan dalam kisah Parikesit)
0 Response to "Budaya Nusantara Wayang Mahabrata"