Sejarah Kerajaan Kahuripan | Sejarah Kerajaan Indonesia
Kahuripan
adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga
pada tahun 1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan
Medang yang runtuh tahun 1006. Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan,
yang memerintah tahun 1009-1042, dengan gelar abhiseka Sri Maharaja
Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Arca Airlangga
Nama Airlangga berarti air yang melompat. Ia lahir
tahun 990. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana
dari Kerajaan Medang. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu
dari Wangsa Warmadewa. Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu
Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu
(naik takhta sepeninggal Marakata). Ia dibesarkan di istana Watugaluh
(Kerajaan Medang) di bawah pemerintahan raja Dharmawangsa. Waktu itu
Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan
ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan
serangan ke Sriwijaya.
Menurut prasasti Pucangan, pada tahun 1006 Airlangga menikah dengan putri pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh (saudara Mahendradatta) di Watan, ibu kota Kerajaan Medang. Tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari dari Lwaram, yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya.
Menurut prasasti Pucangan, pada tahun 1006 Airlangga menikah dengan putri pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh (saudara Mahendradatta) di Watan, ibu kota Kerajaan Medang. Tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari dari Lwaram, yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya.
Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga
lolos ke hutan pegunungan (wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama
Mpu Narotama. Saat itu ia berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup
sebagai pertapa. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam
pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.
Setelah tiga tahun hidup di hutan,
Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya supaya membangun
kembali Kerajaan Medang. Mengingat kota Watan sudah hancur, Airlangga
pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung
Penanggungan. Nama kota ini tercatat dalam prasasti Cane (1021).
Menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas
kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa
Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan
sudah pindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang). Menurut prasasti
Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah
Kediri sekarang). Berita ini sesuai dengan naskah Serat Calon Arang
yang menyebut Airlangga sebagai raja Daha. Bahkan, Nagarakretagama juga
menyebut Airlangga sebagai raja Panjalu yang berpusat di Daha.
Prasasti Kamalagyan
Daftar Prasejarah dan Kerajaan Indonesia:
- 1. Ciri Zaman Megalitikum - Sejarah dan Budaya Nusantar
- 2. Alat Zaman Neolitikum - Sejarah dan Budaya Nusantara
- 3. Alat Yang di Gunakan Zaman Paleolitikum - Sejarah dan Budaya Nusantara
- 4. Ciri Zaman Paleolitikum - Sejarah dan Budaya Nusantara
- 5 . Sejarah Kerajaan Kutai
- 6. Sejarah Kerajaan Tarumanagara
- 7. Sejarah Kerajaan Kalingga
- 8. Sejarah Kerajaan Sriwijaya
- 9. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
- 10.Sejarah Kerajaan Kahuripan
Masa Peperangan
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.
Ketika Airlangga naik takhta tahun 1009, wilayah kerajaannya hanya
meliputi daerah Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal
Dharmawangsa Teguh, banyak daerah bawahan yang melepaskan diri.
Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk
menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isyana atas pulau Jawa.
Pada tahun 1023 Kerajaan Sriwijaya yang
merupakan musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Choladewa
raja Colamandala dari India. Hal ini membuat Airlangga merasa lebih
leluasa mempersiapkan diri menaklukkan pulau Jawa. Yang pertama
dikalahkan oleh Airlangga adalah Raja Hasin. Pada tahun 1030 Airlangga
mengalahkan Wisnuprabhawa raja Wuratan, Wijayawarma raja Wengker,
kemudian Panuda raja Lewa. Pada tahun 1031 putra Panuda mencoba
membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu kota Lewa
dihancurkan pula.
Pada tahun 1032 seorang raja wanita dari daerah Tulungagung sekarang berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas dihancurkannya. Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala. Airlangga membangun ibu kota baru di Kahuripan. Raja wanita dapat dikalahkannya. Dalam tahun 1032 itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja Wurawari, membalaskan dendam Wangsa Isyana.
Pada tahun 1032 seorang raja wanita dari daerah Tulungagung sekarang berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas dihancurkannya. Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala. Airlangga membangun ibu kota baru di Kahuripan. Raja wanita dapat dikalahkannya. Dalam tahun 1032 itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja Wurawari, membalaskan dendam Wangsa Isyana.
Pancuran Candi Belahan Peninggalan Airlangga
Terakhir tahun 1035 Airlangga menumpas
pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang pernah ditaklukannya
dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa namun kemudian mati
dibunuh rakyatnya sendiri.
Masa Pembangunan
Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain:
Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain:
- Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036
- Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
- Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.
- Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
- Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
- Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.
Candi Belahan
Pembelahan Kerajaan
Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut Serat
Calon Arang ia kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat,
sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia bergelar Resi Gentayu. Namun
yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042) yang
menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah Resi Aji Paduka Mpungku
Sang Pinaka Catraning Bhuwana.
Menurut cerita rakyat, putri mahkota
Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa
bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane
(1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya
Tunggadewi.
Menurut Serat Calon Arang, Airlangga
kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing
memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia
pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya
yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut
namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana
digantikan putra keduanya yang bernama Marakata sebagai raja Bali,
dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.
Airlangga terpaksa membagi dua wilayah
kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan antara
bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam
Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II.
Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di
kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Kerajaan timur
bernama Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah
oleh Mapanji Garasakan. Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042,
Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam prasasti
Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka
Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan
terjadi di antara kedua tanggal tersebut.
Arca Dewi Kilisuci
Akhir Pemerintahan Airlangga
Setelah membagi kerajaan menjadi 2 Airlangga Kemudian menjadi
pertapa, dan meninggal tahun 1049. Airlangga semasa hidupnya dianggap
titisan Wisnu, dengan lancana kerajaan Garudamukha. Sehingga
sebuah arca indah yang disimpan di musium Mojokerto mewujudkannya
sebagai Wisnu yang menaiki garuda. Prasasti Sumengka (1059)
peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka
Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian.
Kolam pemandian yang paling sesuai
dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lereng
Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu
disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui
Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung
tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua
istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.
Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun
1049. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun itu adalah tahun
kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan candi pemandian
tersebut. Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng
Gunung Penanggungan. Dalam perkembangannya Kahuripan mempunyai
peranan penting pada jaman Kerajaan Janggala dan Majapahit
Kahuripan sebagai Ibu Kota Jenggala
Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Jenggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mahapanji Gasarakan. Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049.
Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Jenggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mahapanji Gasarakan. Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049.
Karya Sastra Kahuripan
Di bawah pemerintahan Airlangga, seni sastra berkembang. Tahun 1035, Mpu Kanwa menggubah kitab Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan Arjuna, inkarnasi Wisnu yang tak lain adalah kiasan Airlangga sendiri. Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan.
Di bawah pemerintahan Airlangga, seni sastra berkembang. Tahun 1035, Mpu Kanwa menggubah kitab Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan Arjuna, inkarnasi Wisnu yang tak lain adalah kiasan Airlangga sendiri. Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan.
Salah satu karya Sastra peninggalan
kerajaan Kahuripan adalah Kakawin Arjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa
Arjunawiwaha merupakan salah satu kakawin yang diwujudkan pada
jaman Kahuripan dibawah raja besarnya Airlangga. Sang pengarang,
yakni Mpu Kanwa, mendapat kehormatan untuk menggubahnya dengan
mencuplik dari seri Mahabharata sub-bagian “wanaparwa”.
Cerita ini bertitik tolak dari tokoh
Arjuna yang merupakan kekasih para Dewa di Kahyangan. Karena dialah
yang nantinya mampu menyelamatkan Kahyangan beserta para
penghuninya para Dewa dari ancaman mara bahaya. Relief cerita ini
dipahatkan pada candi Tegowangi, kecamatan Pare, kabupaten Kediri,
jawa Timur.
Candi Tegawangi
Menurut data sejarah yang ada, dipercaya kuat Arjunawiwaha
merupakan sebuah kakawin tertua dari “periode” Jawa Timur setelah
peta politik berpindah dari Jawa Tengah. Hal ini jaman-jaman
pendahulu Airlangga seperti Dharmawangsa hingga ke raja besar
pendiri “periode” Jawa Timur yakni Mpu Sindhok tidak meninggalkan
sebuah kakawinpun yang dapat kita lihat sampai saaat ini. Kakawin
Arjunawiwaha mengandung suatu kaitan sejarah dimasa lalu. Lihatlah
bagian awal dan akhirnya :
Awal :
-Ambek sang paramarthapandita
huwus limpad sakeng sunyata tan sangkeng wisaya prayojana nira
lwir sanggraheng lokita siddha ning yasawirya don ira sukha ning
rat kiningkin nira santosaheletan kelir sira sakeng sang hyang
jagatkarana.-Usnisangkwi lebu ni paduka nira sang mangkana lwir nira menggeh manggala ning miket kawijayan sang Parta ring kahyangan
Terjemahannya :
Terjemahannya :
-Batin yang bijak sungguh-sungguh
telah tembus sampai ketingkat (kesempurnaan) tertinggi. Dari
keadaan sunyata (kosong) bukan dari kawasan panca Indra, timbulah
tekadnya untuk mengabadikan diri (membuka diri ) pada urusa-urusan
duniwai.
-Semoga amal baktinya yang penuh pahala serta tindakannya yang bersifat ksatriya, mencapau tujuannya. Daulat terhadap dirinya sendiri dan penuh santosa (ketentraman batin) ia menerima keadaan ini, yakni tetap terpisah oleh tabir dari Sebab Abadi dunia ini
Akhir :
-Semoga amal baktinya yang penuh pahala serta tindakannya yang bersifat ksatriya, mencapau tujuannya. Daulat terhadap dirinya sendiri dan penuh santosa (ketentraman batin) ia menerima keadaan ini, yakni tetap terpisah oleh tabir dari Sebab Abadi dunia ini
Akhir :
Sampun keketan ing
katharjunawiwaha pangarana nikeSaksat tambay ira mpu Kanwa
tumatametu-metu kakawinBhrantapan teher angharep samarakarya
mangiring ing hajiSri Airlangghya namo ‘stu sang panikelan tanah
anganumata
Terjemahannya
Terjemahannya
-Kuletakkan puncak
kepalaku pada debu sandal raja yang menampakkan diri dengan cara
ini (keutamannya). Ia merupakan sumber berkat yang tak pernah
kering untuk menuangkan kemenangan Partha (Arjuna) dikediaman para
dewa di Kahyangan.
Gambaran ini sesuai sekali dengan kenyataan bahwa Airlangga yang selanjutnya berhasil menegakkan kembali kerajaan Kahurian setelah wafatnya raja Dharmawangsa atas serangan dari kerajaan lain (Wengker) , yang tidak berhak atas kedaulatannya. Airlangga melakukan perlawanan dengan tinggal di hutan-hutan bersama para resi dan tokoh-tokoh suci agama selama bertahun-tahun guna mempersiapkan usaha merebut kembali kerajaan Kahuripan yang bagaimanapun juga dia masih tergolong kerabat raja Dharmawangsa walau berasal dari keluarga di Bali. Akhirnya dia berhasil mengusir raja penjajah beserta sekutunya sehingga kedamaian berhasil ditegakkan kembali.
Gambaran ini sesuai sekali dengan kenyataan bahwa Airlangga yang selanjutnya berhasil menegakkan kembali kerajaan Kahurian setelah wafatnya raja Dharmawangsa atas serangan dari kerajaan lain (Wengker) , yang tidak berhak atas kedaulatannya. Airlangga melakukan perlawanan dengan tinggal di hutan-hutan bersama para resi dan tokoh-tokoh suci agama selama bertahun-tahun guna mempersiapkan usaha merebut kembali kerajaan Kahuripan yang bagaimanapun juga dia masih tergolong kerabat raja Dharmawangsa walau berasal dari keluarga di Bali. Akhirnya dia berhasil mengusir raja penjajah beserta sekutunya sehingga kedamaian berhasil ditegakkan kembali.
0 Response to "Sejarah Kerajaan Kahuripan | Sejarah Kerajaan Indonesia"