Sejarah Kerajaan Mataram Islam | Sejarah Kerajaan Indonesia
Daftar Prasejarah dan Kerajaan Indonesia:
- 1. Ciri Zaman Megalitikum - Sejarah dan Budaya Nusantar
- 2. Alat Zaman Neolitikum - Sejarah dan Budaya Nusantara
- 3. Alat Yang di Gunakan Zaman Paleolitikum - Sejarah dan Budaya Nusantara
- 4. Ciri Zaman Paleolitikum - Sejarah dan Budaya Nusantara
- 5 . Sejarah Kerajaan Kutai
- 6. Sejarah Kerajaan Tarumanagara
- 7. Sejarah Kerajaan Kalingga
- 8. Sejarah Kerajaan Sriwijaya
- 9. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
- 10.Sejarah Kerajaan Kahuripan
- 11.Sejarah Kerajaan Kediri
- 12.Sejarah Kerajaan Singasari
- 13.Sejarah Kerajaan Majapahit
- 14.Sejarah Kerajaan Pajajaran
- 15.Sejarah Kerajaan Samudra Pasai
- 16.Sejarah Kerajaan Demak
- 17.Sejarah Kerajaan Pajang
- 18.Sejarah Kerajaan Kanjuruhan
- 19.Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Sultan Agung Hanyokrokusumo
Beliau digantikan oleh putranya yang bergelar
Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya.
Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengan
banyak pembunuhan dan kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram
dipindahkan ke Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang
didukung para ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota
sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama putra mahkota
yang akhirnya berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari
bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa
Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.
Kemudian beliau digantikan oleh putra mahkota yang bergelar
Amangkurat II atau dikenal juga dengan sebutan Sunan Amral. Sunan
Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada
VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil
dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai
konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataram harus mengganti kerugian akibat perang.
Setelah Sunan Amangkurat II meninggal pada tahun 1703, Ia digantikan
oleh putranya yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat III). Beliau
sangat menentang VOC. Karena pertentangan tersebut VOC tidak setuju
atas pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC kemudian mengangkat
Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara (Perang
Perebutan Mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I, namun
Amangkurat III menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku Buwana III
meninggal tahun 1719 dan diganti oleh Amangkurat IV (1719-1727). Dalam
pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para bangsawan yang
menentangnya, dalam hal ini VOC kembali turut andil di dalamnya.
Sehingga kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-1723). Sunan
Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan diganti oleh
Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa pemerintahannya terjadi
pemberontakan China terhadap VOC.
Paku Buwana II memihak China dan turut
membantu memnghancurkan benteng VOC di Kartasura. VOC yang mendapat
bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil menaklukan
pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan
berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya
pemberontakan Raden Mas Garendi yang bersama pemberontak China
menggempur kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Ponorogo.
Dengan bantuan VOC Kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton
telah porak poranda yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke
Surakarta (1744). Setelah itu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh
Raden Mas Said. Paku Buwana menugaskan Mangkubumi untuk menumpas kaum
pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di Sukowati (Sragen
sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi Paku Buwono II
mengingkari janjinya sehingga akhirnya dia berdamai dengan Mas Said.
Mereka berdua pun melakukan pemberontakan bersama-sama hingga pecah
Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755).
Paku Buwana II tidak dapat menghadapi
kekuatan mereka berdua dan akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada
tahun 1749. Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat Paku
Buwana III. Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan
pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi telah mencapai
Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi
perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan
VOC berada di atas angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia
untuk mengajak Mangkubumi berdamai. Ajakan itu diterima Mangkubumi dan
terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan Nagari atau
Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram
dibagi menjadi dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi
yang diijinkan memakai gelar Hamengku Buwana I dan mendirikan Kraton
di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada Paku Buwana
III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta
dengan raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta
dengan raja Sri Susuhunan Paku Buwana III.
Raja-Raja Mataram Islam :
1. Panembahan Senopati (1584-1601 M)
2. Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)
3. Mas Rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)
4. Amangkurat I (1646- 1676 M)
5. Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
6. Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M
7. Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)
8. Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
9. Paku Buwana II (1727-1749 M)
10. Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC.
1. Panembahan Senopati (1584-1601 M)
2. Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)
3. Mas Rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)
4. Amangkurat I (1646- 1676 M)
5. Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
6. Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M
7. Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)
8. Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
9. Paku Buwana II (1727-1749 M)
10. Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC.
Naskah Perjanjian Giyanti
0 Response to "Sejarah Kerajaan Mataram Islam | Sejarah Kerajaan Indonesia"