Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Belanda | Sejarah Nasional Indonesia
Pada tahun 1592 Cornelis de Houtman dikirim oleh para saudagar
Amsterdam ke Lisboa/Lisbon, Portugal untuk mengumpulkan informasi
sebanyak mungkin mengenai keberadaan "Kepulauan Rempah-Rempah". Pada
saat de Houtman kembali ke Amsterdam, penjelajah Belanda lainnya, Jan
Huygen van Linschoten juga kembali dari India. Setelah mendapatkan
informasi, para saudagar tersebut menyimpulkan bahwa Banten merupakan
tempat yang paling tepat untuk membeli rempah-rempah. Pada 1594, mereka
mendirikan perseroan Compagnie van Verre (yang berarti "Perusahaan
jarak jauh"), dan pada 2 April 1595 berangkatlah ekspedisi perseroan
ini di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Tercatat ada empat buah
kapal yang ikut dalam ekspedisi mencari “Kepulauan Rempah-rempah” ini
yaitu: Amsterdam, Hollandia, Mauritius dan Duyfken.
Pada 27 Juni 1596, ekspedisi de Houtman tiba di Banten. Hanya 249
orang yang tersisa dari pelayaran awal. Penerimaan penduduk awalnya
bersahabat, tapi setelah beberapa perilaku kasar yang ditunjukkan awak
kapal Belanda, Sultan Banten, bersama dengan orang-orang Portugis yang
telah datang lebih dulu di Banten, mengusir rombongan “Wong Londo” ini.
Ekspedisi de Houtman berlanjut ke utara
pantai Jawa. Namun kali ini, kapalnya takluk ke pembajak. Saat tiba di
Madura perilaku buruk rombongan ini berujung ke salah pengertian dan
kekerasan: seorang pangeran di Madura terbunuh sehingga beberapa awak
kapal Belanda ditangkap dan ditahan sehingga de Houtman membayar denda
untuk melepaskannya. Kapal-kapal tersebut lalu berlayar ke Bali, dan
bertemu dengan raja Bali. Mereka akhirnya berhasil memperoleh beberapa
pot merica pada 26 Februari 1597.
Saat dalam perjalanan pulang ke Belanda, mereka singgah di Kepulauan
St. Helena, dekat Angola untuk mengisi persediaan air dan bahan-bahan
lainnya. Kedatangan mereka ini dihadang oleh kapal-kapal Portugis yang
merupakan pesaing mereka. Akhirnya pada akhir 1597, tiga dari
empat kapal ekspedisi ini kembali dengan selamat ke Belanda. Dari 249
awak, hanya 87 yang berhasil kembali.
- Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Portugis
- Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Inggris
- Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Belanda
Meski perjalanan ini bisa
dibilang gagal, namun juga dapat dianggap sebagai kemenangan bagi
Belanda. Pihak Belanda sejak saat itu mulai berani berlayar untuk
berdagang ke Timur terutama di tanah Nusantara. Beberapa ekspedisi
memang mengalami kegagalan, sementara lainnya sukses gilang-gemilang
dengan keuntungan berlimpah-limpah dari total modal ekspedisi yang
dikeluarkan.
Totalnya dalam rentang waktu antara 1598
dan 1601 ada 15 ekspedisi dikirim ke Nusantara, yang melibatkan 65
kapal. Sebelum Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) didirikan pada
1602, tercatat 12 perusahaan telah melakukan ekspedisi ke Nusantara
dalam masa 7 tahun, yakni: Compagnie van Verre (Perusahaan dari Jauh),
De Nieuwe Compagnie (Perusahaan Baru), De Oude Compagnie (Perusahaan
Lama), De Nieuwe Brabantse Compagnie (Perusahaan Brabant Baru), De
Verenigde Compagnie Amsterdam (Perhimpunan Perusahaan Amsterdam), De
Magelaanse Compagnie (Perusahaan Magelan), De Rotterdamse Compagnie
(Perusahaan Rotterdam), De Compagnie van De Moucheron (Perusahaan De
Moucheron), De Delftse Vennootschap (Perseroan Delft), De Veerse
Compagnie (Perusahaan De Veer), De Middelburgse Compagnie (Perusahaan
Middelburg) dan De Verenigde Zeeuwse Compagnie (Perhimpunan Perusahaan
Kota Zeeuw). Kedatangan kapal-kapal inilah yang menjadi cikal bakal
penjajahan Belanda atas tanah Nusantara.
Mulai tahun 1602 Belanda
secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah
Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan
kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak
terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur.
Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk
suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda
menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun
penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena
wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati
kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak
dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan
dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie
atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan
aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala
kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi
hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut
dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan
pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada
masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan
pemimpin Mataram dan Banten.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel
mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam
hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat
itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu
kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang
besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang
Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan
dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz
pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara
langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi
bagi negara Indonesia saat ini.
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Setelah itu banyak sekali organisasi
pergerakan yang semuanya bertujuan melawan Belanda, sampai akhirnya pada
28 Oktober 1928, para pemuda berkumpul untuk kemudian mengikrarkan
Sumpah Pemuda. Setelah Sumpah Pemuda, perjuangan Indonesia tidak lagi
bersifat kedaerahan. Semua bersatu untuk menuntut kemerdekaan, hingga
akhirnya pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941,
dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun
itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang
untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda
yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Maka berakhirlah
kekuasaan Belanda di Indonesia. Meski setelah kemerdekaan Belanda masuk
lagi ke Indonesia melalui agresi-agresi militernya.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa
dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda
segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para
nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949, setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia, dan mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
0 Response to "Sejarah Kolonialisme atau Penjajahan Belanda | Sejarah Nasional Indonesia"